QURBAN BATAL! IBU SAYA KAFIR
Ini pandangan pribadi.
Adalah latar belakang Islam di dalam saya. Yang datang dari keluarga multi ras. Mendiang Atok/kakek saya adalah seorang Haji. Demikian juga nenek dari keluarga Ayah, adalah Hajja. Keduanya sudah berpulang. Bahkan keduanya dulu adalah pemuka agama Islam, sampai sempat menjadi juru kampanye sebuah partai Islam di jaman Orde Lama, lalu sempat jadi buron politik di jaman Orde Baru. Itu mengapa ada nama besar Lubis di darah saya. Namun, hidup tidak flat… tidak juga plain… hidup mengajarkan dinamika.
Itulah yang terjadi pada ayah. Yang menikah dengan Ibu. Yang saat ini keduanya juga sudah berpulang. Yang akhirnya ayah dan Ibu menjadi penganut Khong Hu Cu atau Buddhis. Tepatnya Tri Dharma. Kecenderungan keyakinan etnis China di Indonesia; Buddha, Khong Hu Cu, Taoisme. Hampir tidak bisa dipisahkan. Ke tiga falsafah membentuk karakter… Multi Faith mungkin…. But might be… One almighty God.
Dulu, sewaktu masih di kampung Aek Kota Batu, sebuah daerah terpencil, pedesaan kelas kecamatan, di Sumatera Utara, tempat saya kecil lahir dan besar sampai masuk SD Negri. Tetangga adalah Moeslem dan Kristen.
Seingat saya, di daerah tersebut pada masa itu, hanya keluarga kami yang beda kepercayaan. Tapi kerukunan tetap terjalin. Saya bahkan sering ikutan belajar alib alib ke tetangga… hehehe…. Sampai sekarang masih teringat jelas, bagaimana dulu mengeja alib, ba… ta… dsb…. Yang sekarang yah… sudah menguap lagi. Rukun… Asli rukun. Kalau menjelang Natal. DI kampung Kristen, biasanya ada pesta meriam bambu. Bambu yang dimodifikasi sedemkian rupa, dengan bahan bakar minyak lampu/tanah, akan diledakkan dengan suara lumayan asik…. lalu muka bisa hitam kena jelaga. Itu menjelang Natal dan Tahun Baru.
Lalu kalau Ramadhan, jamak melihat uak uak sarungan Taraweh. Tadarus… sampai Saur… Gitu Menjelang Idul Fitri, dengan teman teman dan tetangga, bakal pesta lilin malam malam, ngider ngider kampung dengan mobil mobilan dari kayu yang sudah dipasangi lilin. Kembang Api hanya dalam mimpi… Atau bikin lampu sorot, dengan lilin dipasang di tempurung kelapa. Lalu pas Idul Fitri…. jangan ditanya berapa rantang berisi lontong atau ketupat, lengkap dengan rendang dan kari… kadang gulai… yang datang diantar ke rumah kami, yang terdiri dari tak kurang 12 bersaudara. Enak enak semua…. Ayamnya juga ayam kampung. Tapi itu di awal 80 an… sekitar 3 dekade dari sekarang. Tak pernah dengar dikafir kafirkan orang….
Lalu, 2 orang abang paling tua di keluarga adalah Moeslem. 1 orang kakak tertua juga Moeslimah… Selebihnya, ada 1 yang Katolik… selebihnya Buddha dan Khong Hu Cu. Agaknya Multi ras, dan kenyataan multi Faith sudah bisa di keluarga saya. Di segi ras, ada darah Batak, Jawa dan Cina yang deras mengalir. Agaknya toleransi sudah menjadi kenyataan mutlak… yang tidak bisa ditolak dalam membina kerukunan beragama/berbangsa di keluarga saya… Bahkan di tingkat keluarga. Demi kerukunan…. Tapi lebih jauh lagi…. saya behagia melihat saudara saudara saya yang Moeslem berbahagia… sehingga iklas, liburan saya terkorup 1 - 2 hari… untuk sebuah kebaikan yang lebih besar…
Namun, agaknya jaman sudah berganti…. Tidak bisa habis pikir sekarang… Ini kisah yang pernah dialami abang saya… Pas mau Idul Adha beberapa tahun silam. Saat beliau bermaksud berkorban 1 ekor lembu… Saat itu Ibu belum berpulang…. Pak Ustadz menyemangati abang saya….
Namun ada selintingan yang menjadi pertanyaan di benak abang, maka dia bertanya…. “Pak Ustadz…. benarkah daging kurban hanya boleh diberikan kepada yang Moeslem?”
“Benar sekali…”
“Bagaimana bila diberikan juga kepada yang Non Moeslem?”
“Tidak akan ada pahalanya…..” Diam sejenak….. Abang saya menunjukkan lipatan lipatan baru di jidatnya.
“Kalau begitu, pak Ustadz….. Saya tidak jadi kurban…..”
“Astagafirullah……. Kenapa demikian pak…..?”
“Karna ibu saya non Moeslem…. apa gunannya saya berkurban, kalau tidak ada pahala bila saya memberikan dengan tulus sebahagian sangat kecil dari kurban lembu saya kepada ibu saya yang melahirkan saya… yang kepadanya saya berhutang sangat sangat besar, yang tidak akan bisa dibayar… walau saya mati…..”
Pak Ustadz diam seribu bahasa…..
————————————
Kisah yang lain. Mendiang Ayah saya…. ternyata mendapatkan warisan dari Atok/Kakek Lubis sepetak tanah entah ukuran berapa. Tapi urung diberikan karena ayah bukan Moeslem. Yang senada dengan kisah abang saya…. perihal tentang pahala yang tidak ada, bila diberikan ke ayah saya….
Kejadian paling akhir…. Beberapa ‘teman’ diam saja saat diberikan ucapan selamat hari raya Idul Fitri… tidak membalas tidak menolak… hanya menimbulkan tanda tanya…. Ada yang bahkan menampik…. Terkadang cukup mengejutkan…. Walau saya tidak mengharap mendapat ucapan selamat yang sama, bila saya berhari raya… Waisak atau Imlek… atau bahkan Tahun Baru…. tapi sedikit sekali ucapan sejenis dari teman teman yang Moeslem….
Lalu ada yang memberitahu saya…. Teman juga…. Bahwa Moeslem tidak menerima dan tidak memberikan ucapan selamat kepada yang Non Moeslem. Karena dengan mengucapkan selamat Hari Raya pada umat yang bukan Moeslem, hanya seperti mengakui kebenaran kepercayaan mereka… yang menurut pandangan sebahagian dari mereka… bukan kepercayaan kepada Allh SWT. Oh….. Saat itu saya kaget…Untungnya sekarang sudah cuek bebek….
Ajaran Buddha yang saya anut, memberikan pandangan tentang Mudita…. Sebuah perasaan bahagia bila melihat kebahagian mahluk lain…. bukan hanya ke manusia… bahkan kepada seluruh mahluk hidup yang ada di alam semesta. Perasaan ini bagi kami harus dipupuk…. dikembangkan… datang dari hati…. menyatu dalam jiwa… dengan demikian baru bisa tercipta damai… bukan hanya di mulut. Tidak juga hanya di dada… Dan bukan angan angan…. Datang sendiri begitu saja…. saya berbahagia karena Abang, Kakak, bibi, paman, teman, kerabat saya yang Moeslem, berhasil menang berperang selama 1 bulan penuh melahan hawa nafsunya sendiri….
Saya turut berbagia karena Abang, Kakak, bibi, paman, teman, kerabat saya yang Moeslem, sedang merayakan salah satu hari raya yang sakral bagi mereka….. Tak peduli saya…. mau turut berbahagianya saya ini diterima mereka…. atau dibiarkan saja… atau disepelekan, diantipati… dianggap haram…. Yang penting adalah poin nya…. saya turut berbahgia…. dan berbahagia itu indah…. Seindah suara takbir … Seindah dan sebersih baju koko atau Sejadah yang mungkin sudah disiapkan jauh jauh hari oleh Abang, Kakak, bibi, paman, teman, kerabat saya yang Moeslem untuk Sholad di hari raya….
Bagi yang tidak menerima ucapan saya…. itu masalah mereka…. Tidaklah bijak dalam pikiran saya, bila saya menilai sebuah agama, hanya karena ada umatnya yang tidak becus menjalankan agamanya….. Cinta kasih terpancar universal…. menembus batas… menembus benteng…. bahkan yang namanya agama….. yang sebenarnya bukan benteng pemisah… tapi justru pembuka jalan untuk kedamaian…. bukan justru menguncinya…
0 Response to "QURBAN BATAL! IBU SAYA KAFIR"
Posting Komentar