Makan Malam Imlek, Obat Sakit Sakit Rohani

Tak terasa, besok sudah malam 30, yang dalam dielek Hokkian, disebut 'sa cap me', alias malam tahun baru.  Besok malam (2 Februari 2011) seharusnya saya berkumpul dengan anggota keluarga yang lain untuk mensyukuri hidup dalam acara makan malam bersama keluarga.

Mengapa mensyukuri hidup? Karena makan adalah bahan bakar untuk hidup.  Hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup.  Sesusah apapun keadaannya, besok diupayakan untuk menyiapkan makanan-makanan terbaik untuk disantap bersama sama dengan seluruh anggota keluarga.

Satu catatan menarik dalam budaya orang orang Cina.  Bila saya berkunjung ke rumah seorang kerabat.  Sehabis berjabatan tangan, biasanya yang keluar adalah pertanyaan ini;

"Ciak pa boi...? (sudah makan belum?)" dalam dialeg Hokkian.

Sehabis pertanyaan ciak pa boi tadi baru berlanjut ke pertanyaan;

"An cua... (gimana) ?" maksudnya, baru kemudian menanyakan kabar.

Jadi, orang orang Cina punya kebiasaan sangat memperhatikan tindakan nyata daripada basa basi.  Maksudnya begini.  Pertanyaan apa kabar, adalah pertanyaan yang menanyakan kabar seseorang bagaimana.  Bagaimana dalam segala hal, yang biasanya dijawab dengan basa basi pula, baik.

Daripada basa basi, bukankah lebih baik langsung memberikan tawaran makan.  Karena, dengan makan bersama antara pengunjung dan tamu, keakraban akan lebih terasa.  Dalam makan bersama juga biasanya akan ada obrolan makan.  Obrolan akan semakin akrab bila dilakukan sambil makan.

Dalam perkembangan kebudayaan urban pun, makan ini sangat penting.  Banyak transaksi bisnis cair disini. Launch dan dinner, makan siang dan malam, bagi orang orang bisnis adalah sebuah cara negosiasi yang lebih gampang daripada harus bertatapn muka melakukan presentasi dan sebagainya.  Memang harus diingat, bahwa makan saja tidak cukup untuk menjamu kolega dengan harapan kontrak goal!  Namun bila sehabis presentasi anda ngajak kolega anda makan dan dia bersedia, kemungkinan ke arah sukses transaksinya sudah bisa anda rasakan.

Anda tinggal tebar pesona sedikit.

Begitu juga dalam hal kencan.  Dalam ajang cari jodoh, perkenalan.  Setelah dapat no HP atau PIN BB, chatting dan janji ketemuan.  Biasanya yang dipikirkan pertama kali adalah, ketemu di mana ya? Yang kepikirna pertama kali adalah cafe atau restauran yang asik buat nongkrong.  Tidak terlalu private namun juga jangan sampai terlalu ramai.

Karena yang diharapkan dari kencan pertama adalah kesan baik dari ngobrol untuk perkenalan lebih lanjut.
Nah, kenyataan pentingnya makan inilah yang mendasari acara makan bersama antara sesama anggota keluarga dalam malam tahun baru Imlek.  Seperti negosiasi bisnis dan kencan pertama, acara makan bersama adalah ajang pendekatan.  Antara orang tua dengan anak-anak.  Ayah, ibu, kakek, nenek, dan cucu-cucu. Kegembiaraan meluap bila makanannya enak.  Suasana yang sempurna untuk menghilangkan dendam, marah, kesal, jengkel yang pasti selalu ada dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain.  Termasuk dalam keluarga.

Lebih jauh lagi, masyarakat Cina tidak melupakan leluhur mereka. Bakti kepada orang tua adalah syarat mutlak bagi seorang Cina agar bisa disebut 'u hau" yang arti langsungnya bila seorang anak disebut u hau maka anak tersebut adalah anak yang berbakti.  Adalah memalukan sekelas aib, bila seseorang dicap bo hau alias, tidak berbakti.

Bakti kepada orang tua ini tidak putus hanya karena kematian.  Itu mengapa orang orang Cina memberikan sesaji makanan-makanan terbaik pada leluhur mereka.  Paling meriah di malam Tahun Baru, hari H Imlek dan nanti akhir dari perayaan Tahun Baru Imlek di Cap Go Me (tgl 15 bulan 1 penanggalan Cina).  Segenap keluarga seakan akan makan bersama dengan leluhur yang sudah berpulang.  Ibu menyiapkan semua makanan terbaik untuk leluhur dan semua anggota keluarga.

Perihal memberikan sesaji makanan kepada leluhur ini mungkin agak janggal di beberapa agama.  Namun bagi saya pemeluk Buddha, tidak ada salahnya sama sekali.  Karena apa, karena ukuran kebenaran bagi saya itu sederhana; tidak merugikan diri sendiri, dan tidak merugikan orang lain.  Karena itu, lanjut.... mau ini tradisi Khong Hu Cu, mau ini tradisi Taoisme.  Berbakti kepada orang tua, bahkan pada orang tua almarhum orang tua saya yang sudah berpulang, tidak seharusnya putus karena kematian.  Karena saya tahu, kasih sayang mereka kepada saya juga tidak putus karena kematian.  Bakti saya sebagai anak, yang diperlihatkan dalam bentuk sesaji makanan kepada mereka yang sudah berpulang, sama sekali tidak berbanding dengan jasa mereka kepada saya.

Tidak secuilpun saya ada, bila mereka ada.

Jadi, makan malam menjelang hari raya Imlek di malam 30, bukan makan malam biasa.  Ini makan malam yang meditatif. Bermanfaat untuk penyembuhan sakit sakit rohani.

Sekali lagi, Khong Xi Fat Chai, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.  Semoga semua mahluk berbahagia.





Artikel Yang Berhubungan Badan:


0 Response to "Makan Malam Imlek, Obat Sakit Sakit Rohani"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme