Obsesi menjadi E. A. adalah obsesi goblok
Mengapa saya tulis ini? Karena saya melihat banyak gelagat di Kompasiana yang ingin menggantikan posisi EA. EA memang fenomena. EA memang bikin rame. EA memang menawan. EA ya EA.
Saya mengambil analogika musik.
Dalam dunia musik, yang namanya influence itu sangat wajar terjadi. Tapi dalam hal penjiplakan pasti akan gugur seiring dengan waktu. Begitu juga dalam hal tulis menulis.
Percayalah, di lubuk hatinya yang paling dalam, EA sebenarnya tidak menginginkan orang orang mengikuti geraknya. Menduplikasi dia. Menjadi EA EA lain yang palsu. Yang hanya bisa mengikuti langkahnya.
Saya banyak membaca tulisan tulisan EA. Intinya EA mengajak pembacanya untuk perpikir secara realitas. Satu prinsip yang mirip dengan yang saya yakini. Berpikiran Benar.
Dengan bersikap realistis, berpikiran benar, anda akan mengajukan pertanyaan seperti ini:
- Bila anda mengikuti semua cara EA, bisakah anda lebih sukses dari dia?
- Apakah gaya EA merupakan gaya anda?
- Apakah gaya EA cocok dengan kepribadian anda?
- Apakah dengan menjadi EA EA palsu membawa kemajuan pada diri anda?
Saya pernah mengikuti gaya penulisan judul ini, misalnya pada tulisan saya yang berjudul Sidharta Gautama: Jangan Percaya Begitu Saja, Juga terhadap Agama Buddha. Tujuannya brilian, untuk menarik perhatian publik. Saat saya posting sebuah tulisan dengan judul Berpikiran Benar ketertarikan publik yang saya dapat biasa biasa saja, bahkan sangat tidak ada yang tertarik. Namun, setelah tulisan tersebut saya perbaiki, saya rombak dengan judul yang lebih sexy Positive Thinking itu menyesatkan, hasilnya yah... sebagai penulis pemula, sangat memotivasi saya untuk menulis lagi.
Namun, saya harus mencari gaya sendiri. Tidak bisa selamanya saya menyontek gaya orang lain. Saya harus punya cita cita untuk mendapatkan pembaca segmented yang menyukai tulisan saya. Saya menyadari, tidak akan semua pembaca Kompasiana suka pada tulisan saya. Tapi saya bisa mencari pasar yang segmented.
Mempelajari kesuksesan EA adalah hal yang baik. Sebagai referensi anda dalam menjajakan ide ide kreatif anda. Anda bisa menilai sendiri apa yang cocok untuk anda dari teori tentang kesuksesan EA. Namun untuk menjadi dia, anda pasti kalah. Gaya EA datang dari sanubarinya. Ada jiwa yang bermain di setiap tulisannya. Hal seperti ini tidak akan terdapat pada seorang peniru.
Lihatlah waktu Nike Ardilla mati. Muncul Dike Ardilla yang dari suara, cara menyanyi, lagu yang dinyanyikan, pas, tumplek blek sama.
Anda boleh mengambil hal hal positif dari semua inspirator anda. Tidak hanya EA. Selanjutnya anda harus mencari mana karakter yang sesuai dengan kata hati anda. Ini masalah jiwa. Tulisan hanya bernyawa bila jiwa anda anda curahkan disana.
EA bolak balik memprovokasiku. Tentang tulisanku yang tidak sebagus musik yang aku mainkan. Tentang tulisanku yang tidak nendang. Kemudian dia berusaha menjerumuskanku. Jangan menulis untuk orang lain. Jangan menulis reportase yang sebenarnya itu tugas wartawan. Jangan menulis untuk menjadi populer. Jangan menulis sekedar untuk eksis.
Saya pernah balikkan semuanya ke EA. Bahwa kalau melihat ke Judul, EA yang sebenarnya menulis untuk mendapat perhatian publik. EA yang mendambakan popularitas. EA yang sama seperi saya sekarang berusaha untuk eksis.
Kemudian apa salahnya dengan tulisan yang tidak nendang?
Apakah tulisan anda harus masterpiece setiap hari? Saya baru baca puisi puisi valentine yang dipajang di Blognya.... wakakakaka... maaf maaf saja, warna saya hitam. Tidak demen sama merah jambu. Namun hitam juga bisa romantis. Siapa bilang hitam tidak bisa penuh cinta?
Kemudian tulisan saya tidak segarang musik saya. Silahkan menilai begitu.
Prestasi pertama yang kuperoleh di Kompasiana adalah, dalam 3 hari tulisanku menyodok HL. Pada tulisanku yang membantai tulisan EA tentang menelanjangi Admin soal HL. EA menuduh Admin menganut koncoisme, saya mendebatnya dengan pemahaman reputasi.
Kemudian, kalau saya mau, saya bisa menjadi EA palsu. Saya bisa setiap saat membawa bom di tulisan saya. Tapi saya merasa saya tidak begitu. Bahkan pada tulisanku yang paling serius pun, aku pasti menyelipkan humor untuk meregangkan urat sarap. Mengapa tema berat harus semakin diberat beratkan?
Kemudian kalau menilik ke tulisan tulisan EA yang bersifat agama. Jelas ini bersifat dakwah. Apa tujuannya? dalam satu kesempatan EA mengungkapkan, bahwa dia ingin membongkar lapisan geologis orang orang yang susah sekali ditembus pikiran yang realistis.
OK, jalankan. Tidak ada masalah dengan itu. Namun, sekarang untuk berdakwah di Kompasiana pun dia sudah tak bisa. Bagaimana dakwahnya bisa sampai kepada para ter dakwah?
Ini yang seringkali membuat saya debat panjang dengan EA... Tapi debatnya bukan debat kusir ya... melainkan debat dua orang yang adu pemikiran. Saya dengan gaya saya dia dengan gaya dia.
Saya menjalankan strategi.
Bagaimana isi pikiran saya bisa saya salurkan, namun saya tidak sampai dibredel. Saya smart. Saya akan berusaha mematuhi semua peraturan yang diajukan sebagai syarat bergabung menjadi Kompasianer. Saya realistis yang sebenarnya. Kalau saya melawan Admin dengan melanggar peraturan peraturan yang sudah saya setujui, maka saya adalah orang yang guoblok.
Ini membuat saya merasa bahwa saya lebih berbahaya dari EA. Saya tidak akan menuliskan judul seperti "Valentine Haram, Membunuh Halal" di Kompasiana. Tulisan yang sama saya beri judul yang sesuai dengan kondisi di Kompasiana. Sebanarnya tulisannya biasa biasa saja. Hanya memang perlu strategi juga untuk mencari perhatian publik. EA tak pandang bulu. Di Blog nya dan di sini dianggapnya sama.
Saya menyesali banned atas akunnya. Namun kepergiannya juga sebenarnya sudah dicanangkannya kan?... Bukankah ini pilihannya? Baca Tulisan Terakhir Saya yang di posnya sebelum banned. Artinya, admin meluluskan permintaannya. Permintaan agar tulisannya itu menjadi tulisan terakhir di Kompasiana. Dan ini membuat kepergian EA sebagai pahlawan.
Dalam bercintapun selalu saya ucapkan ke pacar saya. Jangan coba coba ngajak putus kalau tidak serius benar benar mau putus. Juga saya tekankan bahwa hubungan kami tidak akan bisa abadi. Karena hidup saja gak abadi, apalagi cuman cinta dua anak manusia.
Ini dilupakan EA.
EA mau membongkar otak otak orang yang ekstrem kapalan-nya dengan cara yang sama ekstremnya.
Intinya, saya tidak mau menjadi EA. Saya mempelajari banyak cara cara menulis EA. Namun saya tetap mencurahkan jiwa saya di tulisan tulisan saya. Ibaratnya Mariah Carey (yah.... kok dia lagi? wakakakakaka) mula mula dia duplikat Whitney.... Saat Whitney gitu gitu saja, Mariah langsung melejit.
Jadi, wahai anda peniru peniru EA.... itu urusanmu mau menjadi EA. Tapi menurutku sih, kamu bisa lebih besar dari EA, asal kamu tau caranya. Caranya gimana? salah satunya dengan belajar pada EA, bukan menconteknya.
NB. sorry saya nulis EA lagi. Soalnya agak gerah juga dituduh sebagai EA, dituduh meniru niru EA. Saya bisa lebih banyak. Bisa mematuhi peraturan dan tetap kritis, bisa lebih berbahaya daripada EA, karna saya tidak mau berbenturan dengan yang namanya agama. Suatu hal yang saya anggap bukan urusan saya. Saya juga bisa editing pic, editing video, music, photography, bisa masuk HL, macem macem deh.... satu yang saya belum ada tapi EA sudah... Istri! Kenapa Kolom Jodoh gak jadi pengganti kolom agama yak?... wekekekeke kabur....
Btw, semua orang harus bisa mikir dia yang paling hebat bila ingin berkompetisi secara fair. Anda bukan pengekor, anda kalifah! Kamu catat itu.
Hmm.... sebuah analisa yang cermat dan inspiratif.
Jadilah Lubis yang Mentrkator. Yang menggeliat bak hentakkan musikmu. Dan saya mulai melihatnya di sini. Saya tersanjung jika anda terisnpriasi oleh tulisan saya. Tapi jangan lupa, saya juga terisnpirasi oleh musik anda. Jauh-jauh begitu dalam menginspirasi tulisan saya saat ini. Dan itu? Saya transper menjadi kata-kata.
Tetap semangat dan berkibarlah di dunia maya.
Hanya orang-orang munafik yang tidak ingin tulisanya eksis. Mari dan mari kita jujur-jujur saja. Bravo Traktor Lubis. Bravo Gildor!
--------------
NB: Tulisan: "Tulisan Terakhir Saya" belum diberi link tuh.
Sudah kang....