Sidharta Gautama: Jangan percaya begitu saja, juga terhadap agama Buddha.
Teks Buddha itu sangat banyak. Makanya namanya Tri Pitaka, artinya Tiga Keranjang |
Tidak dogmatis, itulah kesan saya pada ajaran Buddha. Dalam ajaran Buddha, umatnya dilarang untuk percaya begitu saja pada apa saja, termasuk pada ajaran Buddha itu sendiri. Menjadi pemeluk Buddha itu gampang sekali. Namun juga sangat susah. Mengapa sangat susah, konsep jangan percaya pada ajaran Buddha ini , dianggap sebagai keragu-raguan Sidharta Gautama itu sendiri terhadap ajaran yang disebar luaskannya.
Karena konsep Jangan Percaya ini, hampir tidak ada misionaris atas nama agama Buddha. Kalau ada umat yang melakukannya, yah itu karena orang yang mengaku umatnya tersebut tidak bener bener ngerti inti dari ehipasiko yang akan dijelaskan di tulisan ini.
Kemudian pertimbangan lagi. Agama Buddha mengajarkan kebajikan pada umatnya yang sudah membuktikan kebenaran ajaran agama ini. Kemudian, bila ada orang yang anda kenal kemudian menjadi pemeluk Buddha karena bujuk rayu saya misalnya, apakah ini akan membantu saya dalam melaksanakan sila (kebajikan) dalam kepercayaan saya? Tentu saja tidak. Kebajikan saya hanya akan bisa saya lakukan bila saya sadar melakukannya. Untuk saya, bukan untuk orang lain.
Kemudian, dengan berhasil mengajak orang yang saya kenal menjadi pemeluk Buddha, bukannya ini perbuatan buruk saya. Kok begitu? Jelas….. Saya membuat orang yang saya kenal itu murtad pada agamanya! Saya sudah merugikan dia.
Lalu bagaimana agama Buddha bisa berkembang luas bahkan termasuk menjadi keyakinan yang tertua? Karena kebenaran sejati itu juga sangat tua. Bahwa guru agung itu bukan hanya Sidharta Gautama. Sebelum sebelum dia juga sudah banyak guru Agung yang lain yang mengajarkan kebajikan. Sesudah Sidharta juga tak kurang banyaknya.
Lalu apa yang ditawarkan Buddha? Kebebasan berpikir akan kebenaran. Tidak dogmatis, bahkan sampai kepada tingkat yang ekstrim. Agama Buddha mengajarkan dengan melakukan kebajikan atas dasar kesadaran sendiri, manusia akan mandiri dalam mengejar kebahagiaannya. Mandiri dalam segala hal, pikiran, perkataan dan perbuatan.
Lalu bagaimana dengan keesaan Tuhan? Nah, ini urusan yang lain lagi. Membahas Hal yang Satu ini perlu kajian yang lebih mendalam. Tidak segampang membayangkan sosok orang tua bijaksana yang duduk mengawasi manusia lalu lalang di muka bumi. Malah sekilas, agama Buddha mengajarkan manusia untuk melepaskan beban dan uneg uneg yang tidak terjawab itu. Dengan metode pelepasan ini, hakiki yang sebenarnya tentang Hal ini akan terbuka.
Siapa yang sudah merasakannya? Kami menyebutnya para Arahat, manusia yang sudah mencapai pencerahan. Kalau saya sendiri belum…. masih jauh. Saya belum mencapai kesempurnaan, masuk ke jalurnya juga belum. Maka dari itu saya tidak sanggup menuliskan tentang Hal ini. Karena saya memang (sumpah) tidak tahu sama sekali.
Ehipasiko
Kata ehipassiko berasal dari kata ehipassika yang terdiri dari 3 suku kata yaitu ehi, passa dan ika. Secara harafiah ”ehipassika” berarti datang dan lihat. Ehipassikadhamma merupakan sebuah undangan kepada siapa saja untuk datang, melihat serta membuktikan sendiri kebenaran yang ada dalam Dhamma.
Istilah ehipassiko ini tercantum dalam Dhammanussati (Perenungan Terhadap Dhamma) yang berisi tentang sifat-sifat Dhamma.
Guru Buddha mengajarkan untuk menerapkan sikap ehipassiko di dalam menerima ajaranNya. Guru Buddha mengajarkan untuk ”datang dan buktikan” ajaranNya, bukan ”datang dan percaya”. Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya.
Salah satu sikap dari Guru Buddha yang mengajarkan ehipassiko dan memberikan kebebasan berpikir dalam menerima suatu ajaran terdapat dalam perbincangan antara Guru Buddha dengan suku Kalama berikut ini:
“Wahai, suku Kalama. Jangan begitu saja mengikuti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kata orang, koleksi kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah mempertimbangkannya, pembicara yang kelihatannya meyakinkan, atau karena kalian berpikir, `Petapa itu adalah guru kami. `Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, `Hal-hal ini adalah bermanfaat, hal-hal ini tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan`, maka sudah selayaknya kalian menerimanya.” (Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 3.65)
Sikap awal untuk tidak percaya begitu saja dengan mempertanyakan apakah suatu ajaran itu adalah bermanfaat atau tidak, tercela atau tidak tecela; dipuji oleh para bijaksana atau tidak, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan atau tidak, adalah suatu sikap yang akan menepis kepercayaan yang membuta terhadap suatu ajaran. Dengan memiliki sikap ini maka nantinya seseorang diharapkan dapat memiliki keyakinan yang berdasarkan pada kebenaran.
Sikap awal untuk tidak percaya begitu saja dengan mempertanyakan apakah suatu ajaran itu adalah bermanfaat atau tidak, tercela atau tidak tecela; dipuji oleh para bijaksana atau tidak, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan atau tidak, adalah suatu sikap yang akan menepis kepercayaan yang membuta terhadap suatu ajaran. Dengan memiliki sikap ini maka nantinya seseorang diharapkan dapat memiliki keyakinan yang berdasarkan pada kebenaran.
Ajaran ehipassiko yang diajarkan oleh Guru Buddha juga harus diterapkan secara bijaksana. Meskipun ehipassiko berarti ”datang dan buktikan” bukanlah berarti selamanya seseorang menjadikan dirinya objek percobaan. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, bukan berarti orang tersebut harus terlebih dulu menggunakan narkoba tersebut. Sikap ini adalah sikap yang salah dalam menerapkan ajaran ehipassiko. Untuk membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, seseorang cukup melihat orang lain yang menjadi korban karena menggunakan narkoba. Melihat dan menyaksikan sendiri orang lain mengalami penderitaan karena penggunaan narkoba, itu pun suatu pengalaman, suatu pembuktian.
wow,...
tidak menyangka bisa mendapatkan ilmu sedalm ini...
Lapor bang : orang bilang Aku Mulai Menjadi sesat!
makasih sudah mampir bang