Buleisme dan Bulelisasi pada Penyanyi Pop Indonesia

Ini berawal di tahun 80an. Saat itu di Indonesia bisa dibilang ada 4 kubu musik yang tengah berjaya. Pop Cengeng, Dangdut, Rock dan mereka yang menamakan diri Pengusung Pop Kreatif.
Para pelantun Pop Cengeng adalah mereka yang bernaung di bawah bendera JK Record, seperti Ratih Purwasi, Meriam Bellina, Dian Pisesa, Lydia Natalia, dan kawan kawan, serta Betharia Sonatha dari Musica.
Sementara Dangdut saya kurang tahu siapa, tapi kayanya Rhoma Irama sedang jaya dengan Satria Bergitarnya.
Lalu di Rock, sangat banyak nama, Godbless, Elpamas, Grass Rock, Power Metal, Ikang Fauzy, Hari Moekti, lalu di barisan ceweknya, Nicky Astria, Anggun C. Sasmi, Mel Shandy dan lain lain.
Lalu yang paling dianggap musik gedongan adalah mereka yang mengusung Pop Kreatif ini. Dian Pramana Poetra, Deddy Dhukun, Fariz RM, Malyda, Trie Utami, Krakatau Band, Karimata, Chrisye, Atiek CD, Mus Mujiono, Vina Panduwinata, Titi Dj, Ruth Sahanaya dan sebagainya. Terlalu banyak nama di masa ini.

Bila dengar musiknya bisa tertipu mengira lagu bule. Begitulah kira kira konsepnya saat itu. Sampai sampai usaha untuk menjadi bule ini juga masuk ke pengucapan. Entah siapa yang memulai. Tetapi kenyataannya hampir semua penyanyi gedongan yang masuk sebagai pengusung Pop Kreatif ini tidak bisa bilang ‘T’.
Mengucapkan cinta misalnya, menjadi ‘cincha’. Dan gejala ini tidak hilang sampai sekarang. Dhani Dewa sangat kelewatan dalam hal men ‘Ch’ kan ‘T’ ini. Gak percaya? Coba dengar lagu ‘Sekali lagi maafkanlah… ku chak bisa chinggalkan dirwinya…..’
Oh iya, selain ‘T’ yang kena bulelisasi adalah ‘R’. Jadi mengucapkan ‘diri’ misal, biar keren diucapkan ‘dirwi’. Vardome banget deh… Hehehehehe
Saya pernah ketawa geli melihat iklan di TV, waktu itu iklan ringtones untuk lagu Butet. Lagu Batak ini tidak lagi dinyanyikan dengan ‘Butet………’ tapi saya mendengarnya ‘Buchettttt…’
Wah, pertama kali dengar gak yakin. Sampai nunggu nunggu iklan tersebut muncul lagi. Ternyata memang Buchet…. Bukan Butet. Yah ngapain dipasang, wong saya maunya lagu Butet.
Lalu parade ikut ikutan cadel T dan R ini tidak hanya terjadi di penyanyi muda. Ternyata nyangkut juga di Almarhum Broery Pesolima yang belakangan menjadi Broey Marantika. Saya dengar lagu ‘Cinta’ Titiek Puspa menjadi ‘Cincha’

Penyanyi yang tidak pernah kena sindrom buleisme ini antara lain Iwan Fals. Entah bagaimana bila lagu ‘Yang Terlupakan’ itu menjadi begini ‘dencing piano kala jemarwi menarwi, nada merwambat pelan, di kesunyian malam saat dachang rinchik hujan…..” Tapi untungnya Iwan masih cukup sadar bahwa dia orang Indonesia.
Terus Katon Bagaskara yang dedengkot KLa Project. Saya menyimak kembali lagu Yogyakarta dan Terpurukku di sini. Aman, padahal mereka ini termasuk yang mengusung Pop Kreatif pada masa itu. Kemudian saya juga memeriksa album solo Katon Bagaskara. Juga pengucapan 'T' dan 'R' nya bener. Alami lidah melayu, tidak dibuat mirip londo
Demikian juga Anggun. Saya penasaran, apakah Anggun kena sindrom bule ini, saoalnya dia kan udah setengah Perancis. Nah, saya dengar lagu Takut yang dirilis ulang Anggun (di album The Best of – nya). Lega…. Takut-nya belum menjadi Chakut.
Begitu juga Nicky Astria. Tak pernah kena bulelisasi ‘T’ dan ‘R’.
Aneh juga ya?...
Anggun yang sudah go international, rilis banyak album di Eropa. Fasih banget bahasa Inggris. Yang logatnya medok British. Malah gak kena buleisme pas menyanyikan lagu Indonesia. Saya meyakinkan diri mendengar nomor nomor baru Anggun yang berbahasa Indonesia, Kembali dan Mantra. Tetap. T yah T, R nya juga gak kerwiting.
Manchap lah!!!
Salam - Traktor Lubis
0 Response to "Buleisme dan Bulelisasi pada Penyanyi Pop Indonesia"
Posting Komentar