INDONESIA NEGRI SEJUTA BOM

13002107991444960837

Anda tahu candi Sewu, yang dalam bahasa Jawa artinya candi seribu, walaupun jumlah candi di gugusan candi Sewu tidak sampai seribu. Begitu juga candi Lara Jonggrang di kompleks candi Prambanan, yang secara mitos diceritakan sebagai syarat untuk mendapatkan seorang putri dengan membangun seribu candi. Tapi tentu saja jumlahnya juga tidak sampai seribu.

Nah, melihat terminologi bahasa ini, kemudian membandingkannya ke Indonesia yang kian hari kian banyak saja bom nya. Tak salah bila menyebutkan Indonesia negri seribu Bom. Berikut data data yang saya kumpulkan dari tahun 1962 sampai 2011. Untung saya tidak mulai dari tahun 45. Masa masa perang kemerdekaan, mungkin satu Kompasiana ini bisa penuh dengan bom bom semua.

1962
Kompleks Perguruan Cikini, bom meledak sebagai upaya pembunuhan presiden Sukarno.

11 November 1976:
Di Masjid Nurul Iman, Padang. Pelakunya adalah Timzar Zubil, tokoh yang disebut pemerintah sebagai Komando Jihad. Tapi, Timzar tidak pernah ditemukan sampai sekarang.

20 Maret 1978:
Sekelompok pemuda melakukan peledakan di beberapa tempat di Jakarta dengan bom molotov, dan membakar mobil presiden taksi untuk mengganggu jalannya sidang umum MPR.

14 April 1978:
Masjid Istiqlal, Jakarta. Sampai sekarang, ledakan bom dengan bahan peledak TNT itu tetap jadi misterius.

4 Oktober 1984:
Ledakan bom di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Muhammad Jayadi, anggota Gerakan Pemuda Ka'bah (anak organisasi Partai Persatuan Pembangunan) lantaran protes terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Jayadi yang tidak dikenal sebagai anggota Gerakan Pemuda Ka'bah kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah mengaku menjadi pelaku peledakan.
Saat bersamaan, juga terjadi ledakan di BCA dan Kompleks Pertokoan Glodok, Jakarta dengan pelaku Chairul Yunus alias Melta Halim, Tasrif Tuasikal, Hasnul Arifin yang juga merupakan anggota Gerakan Pemuda Ka'bah. Mereka dijatuhi hukuman penjara dan dipecat dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ka'bah.
Selain itu, ledakan juga terjadi di BCA Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat dengan pelaku Edi Ramli, juga anggota Gerakan Pemuda Ka'bah. Siapa dalang pemboman, sebenarnya masih misterius, tapi Edi dijatuhi hukuman penjara.
Rentetan kasus peledakan beberapa kantor BCA itu menyeret tokoh-tokoh Petisi 50, seperti H.M. Sanusi, A.M. Fatwa (keduanya dipenjara, saksi-saksi mengaku disiksa), dan H.R. Dharsono.

24 Desember 1984:
Gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Jalan Margono, Malang, Jawa Timur. Tidak diketahui siapa pelakunya.

20 Januari 1985:
Candi Borobudur di Jawa Tengah tak luput dari sasaran ledakan bom. Pelakunya adalah seorang mubalig, Husein Ali Alhabsy yang juga dilatar-belakangi motif protes terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Husein menolak tuduhan atas keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad, yang tidak tertangkap, sebagai dalangnya. Pada awalnya, Husein mendapat ganjaran penjara seumur hidup. Tapi kemudian mendapatkan grasi dari pemerintahan Habibie pada 23 Maret 1999.

LEDAKAN itu terdengar 10 menit setelah Suyono dan Triyanto mulai berpatroli. Kedua anggota Satpam (Satuan Pengamanan) candi Borobudur (yang berjumlah 56 orang) itu terhenyak.

Sumber ledakan tidak mereka ketahui. Cuaca gelap pukul 01.30 Senin 21 Januari lalu itu menghalangi penglihatan mereka. Satu menit kemudian ledakan kedua terdengar. Kali ini terlihat kepulan putih di sisi timur candi Borobudur.

Bergegas kedua orang itu lari melapor ke pos induk. Secara beruntun, kemudian terdengar beberapa ledakan lagi. Ledakan terakhir, yang kesembilan, terdengar pada pukul 03.40, sepuluh menit setelah kepala Polres Magelang tiba di tempat kejadian. Tatkala para petugas naik ke candi, mereka menemukan pecahan batu berserakan di lantai dan tangga candi.

Di sana-sini terlihat tubuh-tubuh Budha tergeletak dengan kepala patah. "Ada sembilan dari 72 stupa yang ada di candi Borobudur yang diperkirakan menjadi sasaran ledakan," kata Mayjen Soegiarto, panglima Kodam VII/Diponegoro, yang sekitar pukul 08.05 tiba di candi dengan helikopter.

Tujuh stupa yang rusak terkena ledakan terletak di sisi timur. Tiga stupa di lantai 8, dua stupa di lantai 9, dan empat di lantai 10. Pukul 05.30, tim Jihandak (Penjinak Bahan Peledak) dari Yon Zipur Magelang, yang terdiri dari tujuh orang dan dipimpin Kapten Mardjono, tiba di candi.

Satu jam kemudian dua orang anggota tim Jihandak Polda Ja-Teng tiba. Berembuk sejenak, kesembilan penjinak bom itu berdoa bersama, lalu memulai tugas mereka. Di teras pertama dan kedua (lantai 8 dan 9), tim jihandak itu menemukan dua bom berupa batangan dinamit - yang belum meledak. Letaknya pada pantat patung Budha dalam stupa di samping kanan pintu timur.

"Kami agak ragu mengambil dinamit itu, karena timer-nya tak begitu kelihatan," tutur Mardjono. Setelah diketahui timer dinamit pertama menunjuk angka 10.30, barulah bom itu diambil.

Di luar, timer dimatikan, lalu sumbu yang menghubungkannya dengan peledak dipotong. Dinamit kedua lebih sulit, karena timer-nya menggunakan jam tangan murahan Rotax.

"Detonator listrik yang digunakan kebetulan buatan RRC. Seperti diketahui, di Indonesia detonator semacam ini, selain yang buatan RRC, juga beredar buatan Swiss dan Jepang," kata Pangdam Soegiarto dalam keterangan persnya Senin siang pekan ini di pendopo candi Borobudur.

Sumber tenaga yang digunakan: dua buah baterai National 1 1/2 Volt untuk tiap perangkat bom, yang terdiri dari tiga atau empat batang dinamit, yang masing-masing 100 gram. Dinamit yang dipakai TNT (TriNitro Toluen) tipe batangan PE 808/tipe Dahana. "Kabelnya halus dan dipatri dengan rapi," ujar Soegiarto.

Menurut Mardjono, 34, pembuat bom itu "sudah termasuk profesional, untuk ukuran Indonesia". Teknik elektronya cukup tinggi. Si pembuat, misalnya, hanya memasang jarum kecil arloji Rotax saja, yang dijadikan timer. "Artinya, menit dan detik tak bisa diketahui oleh penjinak," kata Mardjono.

Serma (Pol.) Sugiyanto, anggota tim Jihandak Brimob Polda Ja-Teng, di depan Pangdam Soegiarto juga menjelaskan, untuk merakit satu perangkat bahan peledak itu dibutuhkan sekitar 30 menit. Jadi, untuk merakit 11 buah bom yang dipasang di Borobudur itu diperkirakan perlu waktu sekitar 5 1/2 jam.

Pangdam Soegiarto mengimbau, agar masyarakat tak guncang karena peledakan itu. "Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan dengan meningkatkan siskamling," ujarnya. Siapa pelakunya? "Belum diketahui. Sejauh ini belum ada yang ditangkap," jawab Soegiarto.

"Tapi aparat keamanan kita sudah mendapat gambaran para pelakunya," tambahnya. Melihat njlimetnya pekerjaan, diperkirakan pelakunya tidak sendirian. Mengingat kompleks candi ditutup pukul 18.00, Soegiarto memperkirakan pemasangan bom itu dilakukan malam hari. Peledakan Borobudur, candi Budha yang dibangun Wangsa Syailendra sekitar abad VIII ini, dengan segera mengundang kutukan.

"Sungguh tindakan yang biadab," kata budayawan Yogyakarta Dick Hartoko. Peristiwa biadab itu cepat disiarkan lewat RRI dan TVRI pada Senin malamnya. Presiden Soeharto sendiri menganggap pelaku peledakan itu "orang yang tidak mempunyai kebanggaan nasional, karena Borobudur adalah monumen nasional, bahkan sudah menjadi monumen dunia".

Kepala Negara menegaskan hal itu setelah menerima laporan Menteri P & K Nugroho Notosusanto di kediamannya di Jalan Cendana, Senin pagi. Kata Nugroho, tidak tertutup kemungkinan bahwa peledakan dilakukan kelompok teroris.

Pemerintah, menurut Nugroho yang mengutip penjelasan Presiden, sama sekali tidak berniat menjadikan candi Borobudur tempat ibadat. "Sebab, bagi umat Budha yang ingin beribadat, pemerintah telah menunjuk candi Mendut."

Karena Borubudur bukan tempat ibadat, siapa pun orangnya dan apa pun agamanya boleh mengunjunginya. Penegasan Presiden ini dianggap perlu agar semua orang tahu prinsip pemerintah dalam menangani monumen tersebut.

KERUSAKAN akibat peledakan itu cukup parah.

Dari sembilan stupa (yang tersusun dari 2.692 blok batu), diperkirakan 60% sampai 70% runtuh. "Dari sekian yang runtuh itu, yang sama sekali tidak bisa dipakai lagi ada 25 persen," kata Gusti Ngurah Anom, kepala Suaka Sejarah dan Sejarah Ja-Teng.

Dua arca Budha yang terletak di teras ketiga rusak amat berat, sedangkan yang lainnya rusak berat. "Dari sudut arkeologis, kerusakan ini sulit dinilai," kata Anom. Patung yang rusak sedapat mungkin akan dilem.
Anom memperkirakan, perbaikan Borobudur memerlukan waktu lima sampai enam bulan, dengan biaya sekitar Rp 16,3 juta. Senin siang lalu, perbaikan candi langsung dimulai, dengan mengerahkan 50 pekerja. Hanya sehari itu candi ditutup untuk umum. Selasa lalu candi sudah bisa dikunjungi umum lagi.

Menurut Anom, kerusakan Borobudur tidak begitu berat, karena candi itu menggunakan sistem konstruksi goyang (movable), sehingga kalau ada ruas (sambungan) akan pecah, bagian batu bisa selamat. Candi Borobudur selesai dipugar pada Februari 1983. Biaya pemugaran US$ 25 juta, 75% dari pemerintah Indonesia. Sisanya dari Unesco (US$ 6,5 juta) dan sejumlah penyumbang swasta lainnya.

17 MEI 1999 Bom Borobudur, 16 Tahun Kemudian
SEPERTI banyak kasus bom lain, peledakan Candi Borobudur 16 tahun lalu juga masih menyisakan misteri yang menyangkut dalang sebenarnya di belakang tindakan amoral itu.

Nama Ibrahim-alias Mohammad Jawad alias Kresna-disebut-sebut sebagai dalangnya. Anehnya, makhluk misterius itu tak diketahui batang hidungnya hingga kini. Aparat belum berhasil meringkusnya, apalagi mengorek motivasinya.

Memang, Abdulkadir Ali Alhabsyi, 40 tahun, yang ditangkap beberapa saat setelah kejadian, telah divonis oleh Pengadilan Negeri Malang dengan hukuman penjara 20 tahun karena terbukti sebagai pelaku peledakan itu. Dia memperoleh remisi Presiden RI setelah menjalani hukuman 10 tahun.

Kakaknya, Husein bin Ali Alhabsyi, 46 tahun, walaupun telah diganjar hukuman penjara seumur hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang, tetap menolak tuduhan dirinya terlibat.

Pemerintahan Habibie memberinya grasi pada 23 Maret silam. Tapi Abdulkadir hanya pelaku di lapangan, dan Husein, ulama buta itu, hingga kini tetap menolak tuduhan menjadi dalang, bahkan menyatakan sama sekali tak terlibat.

Sekitar tujuh stupa rusak berantakan ketika Abdulkadir dan ketiga kawannya meledakkan sejumlah bom di kompleks candi bersejarah di Jawa Tengah pada 15 Januari 1986 itu. Pengeboman itu berkaitan dengan kasus kecelakaan ledakan bom di bus Pemudi Express di Banyuwangi dan peledakan Gereja Sasana Budaya Katolik Magelang beberapa waktu setelahnya.

Dalam pengadilan yang menjadi sorotan masyarakat luas itu, jaksa menuduh bahwa rentetan pengeboman itu merupakan aksi balas dendam Abdulkadir dan kawan-kawan yang muslim terhadap peristiwa Tanjungpriok pada 1983, yang menewaskan puluhan nyawa umat Islam.

Albdulkadir membenarkan motivasi peledakan itu sebagai ungkapan ketidakpuasan para mubalig, entah siapa, atas peristiwa berdarah itu. Namun, keterangan itu laik diragukan karena Ibrahim, orang yang disebut Husein sebagai dalangnya, tidak pernah dapat ditemukan oleh aparat sendiri.

Peristiwa itu juga meragukan dipandang dari konteks politik kala itu, ketika sejumlah elite politik yang bercokol di punggung rezim Orde Baru memberlakukan politik anti-Islam. Peledakan candi yang disebut satu dari tujuh keajaiban dunia itu dianggap sebagai rekayasa dari kelompok anti-Islam untuk menyudutkan kelompok Islam.

Kecurigaan itu semakin kuat bila kesaksian Abdulkadir didengarkan. Lelaki bertubuh tinggi besar dengan kulit berwarna gelap ini mengaku sebetulnya dia tidak mengetahui rencana pengeboman. Dia dan ketiga kawan lain pada awalnya hanya sekadar diajak oleh Ibrahim untuk berekreasi.

"Kita dulu diajak berkemah," kata Abdulkadir mengenang peristiwa 16 tahun lalu itu. Mereka baru mafhum dengan rencana jahat itu setelah mereka sampai di Borobudur dan diberi bom-bom itu.

Konyolnya, setelah "dikipasi" soal-soal balas dendam politik akibat peristiwa Tanjungpriok, keempat kawan itu akhirnya oke-oke juga.

Sebagai pelaku di lapangan, Abdulkadir mengaku tidak mengetahui seluk-beluk bom. Artinya, dia sendiri tidak profesional. Ketika mereka beraksi, bom telah dirakit secara rapi.

Bahan bom terbuat dari trinitrotoluena (TNT) tipe batangan PE 808/tipe Dahana. Tiap bom terdiri dari dua batang dinamit yang dipilin dengan selotip. Abdulkadir dan kawan-kawannya hanya tinggal memasangnya di dalam stupa dan memencet tombol berupa tombol arloji untuk mengaktifkannya.

"Yang merakit bom adalah Ibrahim," kata Abdulkadir. Ketidakprofesionalan juga tampak dalam peristiwa ledakan bom secara tidak sengaja di atas bus Pemudi Express jurusan Bali yang mereka tumpangi. Bom yang mereka bawa waktu itu dimasukkan ke dalam lonjoran paralon berdiamater sekitar 30 sentimeter dan dimasukkan dalam tas.

Mereka tidak paham bahwa bom itu bisa meledak bila kepanasan. "Bom itu diletakkan di atas mesin. Karena panas dan memuai, meledaklah bom itu, " kata Abdulkadir. Pendek kata, ilustrasi itu memperkuat kecurigaan bahwa Abdulkadir dan kawan-kawan hanyalah pelaku kelas teri dalam rentetan "teror politik" untuk Islam itu.
Soal Ibrahim atau Mohammad Jawad, si makhluk misterius itu, sosoknya konkret. Menurut penuturan Husein , orang itu pernah datang ke majelis taklim yang dipimpin Husein di Malang. Datang sebagai ustad, Jawad sering memberikan ceramah di situ tentang berbagai hal, termasuk soal kasus Tanjungpriok yang berdarah.

Tampak jenius di mata Husein, Jawad cukup mampu mempengaruhi anak-anak muda, termasuk Abdulkadir. Jawad itulah, menurut Husein, dalang peledakan Borobudur. "Ternyata dia punya rencana-rencana peledakan yang baru saya ketahui setelah terjadi," kata Husein. Persoalannya: mengapa aparat tak pernah mengejar Jawad?

16 Maret 1985:
Bus Pemudi Ekspress di Banyuwangi, Jawa Timur. Pelakunya adalah Abdulkadir Alhasby, anggota majelis taklim. Kasus ini juga dikaitkan dengan peledakan Candi Borobudur yang juga memprotes peristiwa Tanjungpriok 1983. Bahan peledak yang digunakan adalah TNT batangan PE 808/tipe Dahana.

14 Mei 1986:
Terjadi hampir bersamaan di Wisma Metropolitan di Jalan Sudirman, di Hotel President di Jalan Thmarin dan di Pekan Raya Jakarta. "Brigade AntiImperialis Internasional“ di Jepang mengaku bertanggung jawab.

Juni 1986:
Terjadi serangan roket ke Kedutaan Amerika, Jepang dan Kanada yang diluncurkan dari kamar 827 Presiden Hotel di Jalan MH. Thamrin.

13 September 1991:
Ledakan bom di Mragen-Demak, Jawa Timur. Ketika itu, Xanana Gusmao sebagai pemimpin perjuangan Timor Leste menyatakan bertanggung jawab atas terjadinya ledakan yang diduga dilakukan oleh tiga pemuda Timor Leste.

30 September 1991:
Hotel Mini Surabaya. Pelakunya tidak diketahui. Bahan peledak yang digunakan adalah potassium -biasa dipakai untuk membom ikan.

Februari 1993:
Lantai dua gedung World Trade Center (WTC), New York, Amerika Serikat.

13 September 1997:
Mranggen, Demak, Jawa Tengah yang dilakukan tiga pemuda Timor Timur dari kelompok prokemerdekaan Timor Timur. Bom meledak tidak sengaja. Tokoh Tim-tim Xanana Gusmao menyatakan bertanggung jawab atas peledakan itu. Tapi, tidak ada tersangka yang tertangkap.

18 Januari 1998:
Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta. Walau bom meledak tidak disengaja, Agus Priyono, anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) -salah satu jaringan Partai Rakyat Demokrat-, dipenjara tujuh bulan lebih, karena dianggap mengetahui rencana pemboman tapi tidak melaporkannya ke pihak berwajib. Kasus ini sempat menyeret nama Sofjan dan Yusuf Wanandi serta Surya Paloh, yang semuanya membantah terlibat. Tapi, tidak ada dari tokoh itu yang diajukan ke pengadilan.

20 Februari 1998:
Kampung Batik Sari, Semarang.

7 Agustus 1998:
Kedutaan besar Amerika di Nairobi, Kenya dan di Darus Salam, Tanzania yang disinyalir dilakukan teroris yang punya hubungan dengan Al-Qaida dan Osama bin Laden. Peristiwa itu menewaskan 223 orang dan melukai 4.000 orang. Sebagian besar dari mereka yang terbunuh dan terluka dalam tiga pemboman itu adalah warga Kenya dan Tanzania.

11 Desember 1998:
Atrium Plaza Senen, Jakarta. Pelaku tertangkap pada akhir 1999, sewaktu terjadi ledakan bom di Ramayana, Jalan Sabang. VM Rosalin Handayani dan Yan Pieterson Manusama disangka sebagai pelaku dengan motif usaha dagang. Bahan peledak berbau belerang.

2 Januari 1999:
Toserba Ramayana, Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Pelakunya adalah V.M. Rosalin Handayani dan Yan Pieterson Manusama, pengusaha yang dilatar-belakangi motif sengketa pribadi. Bahan peledak bom adalah TNT.

9 Februari 1999:
Mal Kelapa Gading, Jakarta. Siapa pelaku dan apa motif bom yang berbahan peledak TNT itu, tidak diketahui.

15 April 1999:
Plaza Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Ikhwan, Naiman, Edi Taufik, Suhendi, dan Edi Rohadi, anggota kelompok yang disebut-sebut sebagai Angkatan Mujahidin Islam Nusantara (AMIN) pimpinan Eddy Ranto. Motif pemboman adalah kriminal (perampokan). Kelompok AMIN ini juga dituduh meledakkan Istiqlal. Anehnya, dalam kasus ini, motifnya diputuskan sebagai kriminal. Bahan peledak ramuan KCl03 (kalium klorat) dan TNT.

19 April 1999:
Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Pelakunya adalah Eddy Ranto alias Umar, 40 tahun yang juga diduga sebagai otak perampokan Bank BCA Taman Sari, Jakarta dan peledakan satu wartel di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, beberapa pekan sebelumnya. Sayangnya, kasus ini tetap menjadi misterius, lantaran belum tuntas. Bahan peledaknya sama dengan kasus Hayam Wuruk. Bahan peledaknya, TNT (trinitrotoluene) dan KCLO3 (kalium chlorat).

Maret 2000:
Depan Hotel Merdeka, Bekasi yang mengakibatkan dua orang luka-luka.

28 Mei 2000:
Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Medan. Siapa pelaku dan apa motifnya tetap jadi misterius.

29 Mei 2000: 
Gereja Katolik di Jalan Pemuda Medan. Siapa pelaku dan apa motifnya juga masih misterius.

1 Juli 2000:
Di Jalan Imam Bonjol, KPU Jakarta. Kasus peledakan bom ini juga masih belum tuntas

4 Juli 2000:
Di kamar kecil kantor Kejaksaan Agung, Jakarta. Siapa pelaku dan apa motif peledakan bom berkategori M-1 (Military One) buatan Pindad, itu masih misterius. Sampai sekarang, kasusnya belum terungkap jelas, padahal polisi sudah menyebar sketsa wajah yang diduga pelaku peledakan.

Agustus 2000:
Kediaman Duta Besar Filipina untuk Indonesia, di Imam Bonjol, Jakarta. Ledakan bom itu menewaskan dua staf rumah tangga kediaman serta puluhan orang lainnya mengalami luka cukup serius. Bom yang dipakai adalah C-4 buatan Amerika Serikat. Pada 19 Oktober 2003, PN Jakarta Pusat menghukum Abdul Jabar bin Ahmad Kandai selama 20 tahun penjara. Abdul Jabar terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan Fatur Rahman Al- Ghozi dan Edi Setiono alias Usman, meledakkan bom di rumah Duta Besar Filipina itu. Dirinya juga dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan aksi pemboman di sejumlah Gereja di Jakarta: Gereja Anglikan Menteng Jakarta Pusat dan Oikumene di Jalan Angkasa Halim Perdana Kusumah Jakarta Timur. Kedutaan besar Malaysia untuk Indonesia di Rasuna Said, Jakarta, juga mendapati ledakan bom. Tapi, tidak menimbulkan korban jiwa.

27 Agustus 2000:
Di Medan, satu di bengkel di depan rumah penduduk di Jalan Bahagia, dan satu lagi di pagar rumah pendeta J. Sitorus.

September 2000:
Bursa Efek Jakarta. Dengan bahan peledak TNT, ledakan bom menewaskan 10 orang, melukai puluhan orang dan merusakkan puluhan mobil. Pelakunya adalah Teungku Ismuhadi yang kemudian dihukum penjara 20 tahun.

13 September 2000:
Ledakan dahsyat di lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. Ledakan ini menelan korban 10 orang tewas, 15 orang luka, serta dua mobil hangus, 20 mobil rusak.

November 2000:
Hotel Omni Batavia, Jakarta.

Desember 2000:
Di berbagai tempat di Indonesia saat malam Natal: Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Mojokerto, Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru, yang mengakibatkan belasan orang tewas, seratus lebih lainnya luka-luka dan puluhan mobil rusak. Tercatat hanya 16 dari 31 bom yang meledak. Bahan peledaknya, TNT yang ditambahkan supreme seal pot dengan wadah plastik ungu dan diisi 100 gotri.

Januari 2001:
Bom rakitan di satu mobil di Pasar Minggu, Jakarta. Selain itu, Taman Mini Indonesia Indah juga sempat digegerkan ledakan bom yang dilakukan Elize M. Tuwahatu.

Maret 2001:
Rumah Sakit Saint Carolus, Jakarta. Sementara itu, ledakan bom juga terjadi di jembatan kereta api Cisadane, Serpong, Tangerang.

April 2001:
Di Jalan Percetakan Negara, Jakarta.

10 Mei 2001:
Di bangunan Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Iskandar Muda, di Jalan Guntur, Jakarta Selatan. Tiga orang tewas, sebagian bangunan hancur.

Juni 2001:
Di kamar kos di kawasan Pancoran, Jakarta. Berselang hanya dua pekan, di Cikoko, di kawasan Pancoran juga, ledakan bom kembali terjadi.

Juli 2001:
Gereja Santa Anna, Pondok Bambu, Jakarta. Ledakan mencederai puluhan orang. Hanya sehari berselang, ledakan bom kembali terjadi di Jalan Semarang, Menteng, Jakarta, dan melukai satu orang.

Agustus 2001:
Plaza Atrium, Senen, Jakarta. Ledakan melukai enam orang. Kedua pelaku peledakan, Edi Setyono alias Abbas dan Taufik bin Abdul Halim dihukum hukuman mati oleh PN Jakarta Pusat.

23 September 2001:
Lantai parkir Atrium Plaza, Senen. Ledakan menghancurkan beberapa mobil, walau tidak ada korban jiwa.

2001:
Asrama haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan.

2002:
Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) dan restoran McDonald’s di Sulawesi Selatan.

1 Januari 2002:
Di depan rumah makan ayam Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Seorang pelaku, Hasballah tewas seketika di tempat kejadian. Bahan peledak yang digunakan yang digunakan adalah granat manggis K75 buatan Korea.

18 Januari 2002:
Gardu PLN di depan bekas terminal Cililitan, Jakarta Timur. Sementara itu, di Palu, satu ledakan juga mengguncang tiga rumah ibadah. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Kristen Indonesia Sulawesi Selatan Jemaat Palu rusak akibat bom rakitan.

Maret 2002:
Kantor Babinkum, Pulo Gebang, Jakarta.

Juni 2002:
Di depan gedung konsulat jenderal Amerika Serikat di Karachi, Pakistan yang mengakibatkan delapan orang tewas.

9 Juni 2002:
Di lahan parkir Hotel Jayakarta dan Diskotik Eksotis, Kota, Jakarta Barat. Pelakunya, Dodi Prayoko berhasil ditangkap polisi.

1 Juli 2002:
Mal Graha Cijantung, Jakarta. Tujuh orang luka-luka dan tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu. Polisi menangkap lima tersangka yang diyakini terkait dengan Gerakan Aceh Merdeka yakni, Ramli. M. Nur, Mudawali, Muhamad Hasan Irsyadi dan Syahrul. Bom rakitan jenis low explosive itu terdiri dari campuran belerang, alumunium powder, potasium klorat, baterai, dan serpihan besi atau paku.

Oktober 2002:
Bandung Supermall dan Istana Plaza, Bandung.

12 Oktober 2002:
Tiga ledakan bom mengguncang Bali. Ledakan pertama dan kedua mengguncang kawasan di Jalan Legian, Kuta. Sedangkan ledakan lainnya terjadi di dekat kantor konsulat AS, Denpasar. Di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan meledak di pintu gerbang masuk kantor Konjen Filipina. Tidak ada korban jiwa.

Ledakan di Jalan Legian, mengakibatkan setidaknya 187 tewas dan 400-an lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan parah dalam radius 100 meter dari pusat ledakan. Polisi mengidentifikasikan bahwa ledakan berasal dari bom mobil yang diletakkan dalam Mitsubishi L300.

Sebagai peracik bahan-bahan kimia bahan peledak, Sarjiyo alias Sawad, dihukum seumur hidup oleh majelis hakim PN Denpasar yang juga menghukum Saad alias Mat Ucang 20 tahun penjara lantaran menyembunyikan Mukhlas alias Ali Gufron saat dalam pelarian. Hernianto dihukum 12 tahun penjara. Selain itu, kelompok Kalimantan, seperti Mubarok dihukum seumur hidup, Sukastopo tiga tahun, Imam Susanto empat tahun delapan bulan, Mujarot lima tahun, Hamzah Baya enam tahun, Eko Hadi P empat tahun enam bulan, Puriyanto empat tahun enam bulan, Firmansyah empat tahun, Syamsul Arifin tiga tahun penjara, Sofyan Hadi enam tahun, Sirojul Munir lima tahun, Sukastopo tiga tahun, Muhammad Yunus enam tahun.

Sementara itu, Ali Imron alias Ale -adik kandung Amrozi, dihukum seumur hidup. Imam Samudra dihukum hukuman mati lantaran secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya melakukan aksi pemboman itu; secara bersama-sama menyiapkan dana untuk membiayai bom Bali. Ini berkaitan dengan perampokan toko emas 'Elita' di Serang, Banten, yang dananya digunakan untuk biaya bom Bali. Diantaranya, Rp. 20 juta yang diberikan kepada Amrozi untuk membeli bahan-bahan peledak, serta tambahan biaya membeli mobil Mitsubishi L-300; aktifitasnya sebagai tokoh penting dalam kasus bom Malam Natal di empat gereja di Batam 24 Desember 2000: Gereja Pante Kosta Pelita, Gereja GKPS Sei Panas, Gereja Betani May Mart, serta Gereja Beato Damian, di kawasan Bengkong Green; secara bersama-sama dan bersekutu atau masing-masing bertindak untuk dirinya sendiri dengan sengaja membakar atau menjadikan letusan yang dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang. Dalam peristiwa bom Batam, selain merusak gereja, juga menimbulkan korban manusia, 26 luka berat, serta 3 orang luka ringan

Di Manado, pada saat yang hampir bersamaan juga terjadi ledakan di depan kantor konsulat Filipina di Jalan Tikala. Pada peristiwa yang tidak menelan korban jiwa itu, polisi menangkap dua pelaku pemboman: Otje dan Idris.

5 Desember 2002:
Mal Ratu Indah Makassar pada malam Idul Fitri. Tiga orang tewas dalam peristiwa itu. Enam belas orang ditetapkan sebagai tersangka, diantaranya, Agung Abdul Hamid, Mukhtar Daeng Lau, Usman, Masnur, Azhar Daeng Salam, Ilham, Hizbullah Rasyid, Dahlan, Lukman, Suryadi, Abdul Hamid, Iwal, Mirzal, Itang, Khaerul, dan Kahar Mustafa. Dua belas orang telah berhasil ditangkap polisi, empat orang lainnya yang masih buron adalah Agung Abdul Hamid, Dahlan, Mirzal dan Hizbullah Rasyid.

Januari 2003:
Pangkalan bajaj di Jalan Jembatan Besi Raya Gang I, Tambora, Jakarta. Ledakan berasal dari bom Molotov yang dilemparkan ke pangkalan bajaj yang mengakibatkan sebuah bajaj terbakar. Bom itu terbuat dari botol bir isi bensin dan sumbu. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Sementara itu, ledakan bom rakitan terjadi dan mengenai dua polisi di jembatan besi Jorong Silawai, Kecamatan Airbangis, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat.

14 Januari 2003 : Ambon.

3 Februari 2003:
Wisma Bhayangkari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Ledakan berasal dari sebuah bom rakitan yang dibuat dari pipa paralon sepanjang 11 cm dengan diameter 16 cm, ditutup dengan lempengan baja yang dilapisi dengan semen. Walau berkekuatan rendah, ledakan merusakan satu mobil dan menghancurkan bagian bagunan yang ada di Wisma Bhayangkari. Polisi menangkap tersangka pelaku pemboman, Ajun Komisaris Polisi Anang Sumpena. Tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu.

1 April 2003:
Bom mengguncang Medan. Kali ini terjadi lagi di jalur pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Diperkirakan bom meledak pukul 03.00 WIB. Tak ada korban jiwa.

24 April 2003:
Di jembatan Kali Cideng, belakang kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sasaran kemungkinan ditujukan ke kantor PBB. Bom rakitan itu terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 33 sentimeter, dengan diameter sekitar 10 sentimeter, dan ketebalan pipanya sekitar 6,6 milimeter. Ledakan berkekuatan rendah. Tidak ada korban.

27 April 2003:
Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, tujuh orang yang merupakan satu keluarga menjadi korban ledakan. Lima di antaranya dirawat di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk PIK dan dua lainnya dirawat di RSU Tangerang. Ledakan berkekuatan rendah. Belum diketahui penyebab dan motif ledakan.

30 Juni 2003 :
Di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh. Sementara itu, satu bom lainnya dapat dijinakkan di satu rumah sakit umum Kota Banda Aceh. Tiga pedagang menderita luka terkena serpihan bom.

14 Juli 2003:
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak ada korban jiwa.

5 Agustus 2003:
Hotel JW Marriott, Jakarta. Dengan bahan peledak, antar lain berupa CLO3, Almunium Fowder, TNT, Detanator dan Detonating Cord (sumbu peledak), bom menewaskan 13 orang, melukai 74 orang dan menghancurkan 22 mobil.

Menurut keterangan tersangka Amran Bin Mansur alias Andi Saputra, bahan peledak bom menggunakan sisa-sisa bom Malam Natal 2000 yang diselundupkan dari Fillipina Selatan sebelum 2000. Amran, pria kelahiran Pontian Johor Malaysia, merupakan anggota Jamaah Islamiyah yang berperan sebagai penyedia bahan peledak bom Malam Natal 2000. Amran mendistribusikan bahan peledak ke empat tempat pengeboman: gereja-gereja di Batam, Pekan Baru (Sumatera), Jawa dan Nusa Tenggara Timur.

Perintah tertinggi pengeboman Malam Natal itu ada di tangan Hambali alias Encep Nurjaman, pria Cianjur Jawa Barat yang ditangkap di Ayutthaha Thailand, 2003, oleh aparat intelijen Thailand. Hambali kemudian menunjuk penanggung-jawab eksekusi di empat tempat itu, dua di antaranya, Imam Samudera alias Kudama untuk Batam dan Idris alias Gembrot untuk Pekanbaru. Kepada para penanggung-jawab itulah, Amran menyerahkan bahan peledak. Selain bom, Amran juga menyerahkan enam senjata jenis revolver asal Malaysia: tiga untuk Batam dan tiga untuk Pekanbaru. Selepas itu, Amran kabur ke Malaysia, tapi kembali lagi ke Indonesia pada 2001. Lewat jalur ilegal, Amran dua kali keluar-masuk: Batam, Johor Malaysia, Nunukan Kalimantan Timur dan Manado, Sulawesi Utara.

Selain Amran, ada penyedia dana bernama Jabfar -juga warga Malaysia- yang berhasil ditangkap tim anti teror Mabes Polri di Desa Grinsing, Batang, Jawa Tengah, 5 Februari 2004. Jabfar inilah yang menuntun aparat untuk menangkap Amran.

Baik Amran maupun Jabfar sudah aktif dalam pengeboman di Indonesia sejak 1999. Tapi pada 2001, mereka sudah tidak aktif lagi. Jabfar adalah pengikut Pondok Pesantren Lukmanul Hakim milik Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Ustadz Abu Bakar Baasyir di Malaysia yang sudah dibubarkan. Amran dan Jabfar juga bekerja-sama dalam pengeboman Malam Natal 2000. Tapi selepas tugas, mereka berpisah dan kabur.

Terbukti terlibat dalam persiapan aksi pengeboman Hotel JW Marriott, Sardona Siliwangi bin Azwar, 23 tahun, dihukum sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim PN Bengkulu. Sardona sendiri saat ini adalah mahasiwa semester satu Akademi Komputer swasta di Kota Bengkulu. Diperkirakan, sekitar 4 Januari hingga pelaksanaan pengeboman di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003, dirinya ikut bersama-sama menyimpan bahan peledak yang dibungkus enam kardus di kediamannya di Jalan Gedang Kilometer 6,5, Rt.1-Rw.01, nomor 43, Kecamatan Gading Cempaka, Bengkulu. Perbuatan terdakwa dilakukan bersama-sama dengan Asmar Latin Sani (pelaku bom bunuh diri), Noor Din Moh Top alias Isa, Dr. Azhari alias bahar, Moh. Rais alias Indra alias Iskandar alias Ryan Arifin, Toni Togar alias Indra Warman dan Mohammad Ihsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Jo.

7 Agustus 2003:
Di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Akibat ledakkan, Bachtiar alias Manto, 20 tahun, yang diduga kuat sebagai perakit bom itu tewas.

12 September 2003:
Di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah. Ledakan bom mengakibatkan lima warga luka-luka.

5 Desember 2003:
Makassar, Sulawesi Selatan. Muhammad Tang alias Ittang (30) yang telah membantu pelarian otak bom Makassar, Agung Hamid, dihukum tujuh tahun penjara oleh PN Makassar, Sulawesi Selatan yang juga menghukum Suryadi Mas'ud (31) delapan tahun penjara. Selain itu, Khaerul alias Herul alias Mato (23) dihukum tujuh tahun penjara, Kaharuddin Mustafa lima tahun penjara lantaran ikut membantu dan memberikan kemudahan kepada tersanga Agung Hamid yang disebut-sebut sebagai otak peledakan. Imal Hamid, 35 tahun, dihukum enam tahun penjara lantaran menyembunyikan informasi pelaku tindak pidana terorisme, yaitu sudah tahu adanya bahan peledak berupa dua karung photasium dan satu karung TNT yang disimpan Agung Hamid (buron) di rumahnya, di Desa Garessi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Suriadi SPd, 32 tahun, dihukum tujuh tahun penjara.

Januari 2004:
Di Medan, Sumatera Utara. Pelakunya adalah penjual mie Aceh dan anggota separatis Gerakan Aceh Merdeka: Sfd Bin Slm alias Fudin (30) dan AS alias Mamad (24), penduduk Samlantira dan Kecamatan Tanah, Aceh Utara.

Sementara itu, bom juga meledak di Kafe Samfodo Indah di Kota Palopo, Sulawesi Selatan dan mengakibatkan empat tewas dan dua orang lagi mengalami luka-luka. Pelakunya, Arman, Idil, Ahmad Rizal, Jeddi, Benardi dan Jasmin. Enam orang lainnya yang masih buron adalah Aswandi alias Aco bin Kasim, Ishak, Nirwan, Kahar dan Agung Hamid. Disinyalir, Agung Hamid juga tokoh utama peledakan bom di Mal Ratu Indah Makassar, 5 Desember 2002.

21 Maret 2004:
Rumah milik nyonya Sugeng di Jalan Bhakti Abri Kampung Sindangrasa, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cimanggis Depok. Ledakan bom rakitan itu tidak memakan korban jiwa dan kerusakan berarti.

21 Maret 2005
Dua bom meledak di Ambon

28 Mei 2005
Bom meledak di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. 22 orang tewas.

8 Juni 2005
Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.

1 Oktober 2005
Bom meledak di Kuta Bali. 22 Orang tewas.

31 Desember 2005
Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang

10 Maret 2006
Ledakan bom di rumah penjaga Kompleks Pura Agung Setana Narayana di Desa Toini, Poso.

22 Maret 2006
Sekitar pukul 19.00 WITA, bom meledak di pos kamling di Dusun Landangan, Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir.

1 Juli 2006
Sebuah bom meledak di Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Eklesia Jalan Pulau Seram, Poso, Sabtu (1/7), sekitar pukul 22.15 Wita yang cukup keras hingga terdengar dalam radius tiga kilometer. Dilaporkan tidak ada korban jiwa maupun kerusakan materiil.

3 Agustus 2006
Sekitar pukul 20.00 WITA, bom kembali meledak di Stadion Kasintuwu yang terletak tepat di samping Rumah Sakit Umum Poso.

18 Agustus 2006
Bom meledak di Poso

06 September 2006
Bom meledak di Tangkura, Poso Pesisir Selatan.

17 Juli 2009
Ledakan di Ritz Carlton dan JW Marriot. 9 korban tewas.

30 September 2010
Ini yang paling menggelikan. Pelaku membawa bom di dalam tas ransel dengan menaiki sepeda onthel. Korban bom hanya pelaku sendiri.

Tahun ini juga banyak sekali kasus BOM HIJAU, LPG 3 kilogram itu.


1300211036852605083
ini lebih dari ribuan
16 Maret 2011
Pukul 16.05 sebuah bom dengan kekuatan cukup besar meledak di Utan Kayu – Jakarta Timur. Bom melukai beberapa polisi yang bertugas, dan bahkan mengakibatkan salah seorang polisi harus kehilangan tangan.

13002113461821983311Korban polisi yang terluka adalah Ipda Bara Sagita, Ajun Komisaris Haliman, dan Kasatreskrim Jakarta Timur Komisaris Dodi Rahmawan mengalami luka paling parah karena tangannya putus. Dodi kemudian dibopong petugas lainnya dan dilarikan ke RS Cipto Mangunkusumo. Selain tiga polisi yang terluka, juga aa seorang Satpam bernama Mulyana dan office boy Novik, yang juga dilarikan ke rumah sakit Cipto.

Ledakan terjadi saat kepolisian sektor Matraman melakukan pemeriksaan pada bom yang berada dalam sebuah paket buku.

Bom yang meledak di Teater Utan Kayu, Jakarta Timur berupa buku. Saksi mata di tempat kejadian menyatakan bom buku itu dikirim untuk tokoh Jaringan Islam Liberal. Ulil Abshar Abdalla. Buku yang dikirim ke Ulil disertai dengan komentar agar bisa diberikan kata pengantar. Namun kecurigaan timbul, karena buku tersebut ternyata kopong di tengahnya. Kemudian terlihat ada kabel-kabelnya.

13002113671642323908Buku tersebut segera dikeluarkan oleh polisi. Pada saat itulah bom meledak. Menurut keterangan warga, suara ledakan terdengar sampai pada radius sekitar 500 m.

Bom yang disembunyikan dalam bentuk buku tersebut ditujukan pada pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla, tiba pada sekitar pukul 10.00 WIB. Paket tersebut dibuka oleh staf Kantor Berita Radio 68H. Sebuah surat ditemukan beserta paket yang isinya sebagai berikut:

Kepada: Ulil Absar Abdhala
Perihal: Permohonan memberikan kata pengantar buku dan interview
Lampiran: 1 (satu) bundel buku
Bersama dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Drs. Sulaiman Azhar, Lc
Alamat: Jl Bahagia Gg Panser No 29 Ciomas Bogor Telp 0813 3222 0579
Pekerjaan: Penulis

Sedang dalam proses penyelesaian penulisan buku yang urgensinya sangat erat dengan peran aktif bapak, dalam lembaga yang bapak pimpin. Penulis bermaksud mengajukan permohonan sudi kiranya memberikan kata pengantar dalam buku saya.
Judul buku: Mereka harus di bunuh karena dosa-dosa mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin
Tema: Deretan nama dan dosa-dosa tokoh Indonesia yang pantas di bunuh
Jumlah: 412 Halaman

Keterangan yang didapat dari Polisi atas kejadian ini antara lain datang dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman. Sutarman mengakui adanya kesalahan prosedur dalam usaha menjinakkan bom. Seharusnya, walaupun sudah menggunakan garis polisi kuning, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta Timur Komisaris Dodi Rahmawan tetap harus menunggu Gegana datang.

13002113941258843779Lebih lanjut menurut Sutarman, Dodi sudah melakukan pengamanan pengamanan yang perlu. Diantaranya memasang garis polisi kuning, kemudian paket juga sudah diamankan di atas meja. Lalu paket bom tersebut disiram air di atas keset. Setelah disiram air, Dodi memperkirakan bom tersebut sudah jinak. Belum jelas siapa yang menginstruksikan paket bom disiram air. Namun Dodi melakukannya setelah menelepon orang yang diduga Gegana. Dodi menyiram paket dengan air. Kemudian berusaha membuka paksa paket buku tersebut dengan cutter. Tetapi paket langsung meledak.
  
Pengamat intelijen dan terorisme Dino Cresbon menduga bom di Utan Kayu didalangi anak buah Abdullah Sonata. Ia mengatakan kelompok Sonata pernah mengancam akan membunuh Ulil Abshar Abdalla pada 2004.

Menurut Dino, kelompok Abdullah Sonata berbeda dibandingkan kelompok Noordin M. Top. Kelompok Sonata menolak aksi menggunakan bom bunuh diri. Mereka menggunakan teknik intruder, salah satunya dengan bom buku itu. Selain bom buku, kelompok Sonata juga merakit bom termos dan senter. Teknik ini biasa dipakai Sonata saat terjadi kerusuhan SARA di Ambon yang lalu. Bom yang dirakit Sonata juga berdaya ledak rendah.

Densus 88 telah menangkap Sonata di Klaten pada 23 Juni 2010. Ia pernah divonis tujuh tahun penjara karena menyembunyikan informasi soal keberadaan Noordin M. Top dan Dr Azahari.


Salam - Traktor Lubis  
Artikel Yang Berhubungan Badan:


0 Response to "INDONESIA NEGRI SEJUTA BOM"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme