New Age/World Music Celah Bagi Music Indonesia Untuk Go Internation
Pernah dengar lagu Deep Blue Sea – Anggun dengan Deep Forest? Kemudian dengar album album Kitaro, Caravansary? Atau Yanni - Santorini? Enigma – Return to Innocence, Sadness part I dan II? Lalu Secret Garden, asal Norway yang You Rise Me Up nya meledak lewat Josh Groban? Atau kalau masih ada yang ingat, Gregorian dengan Once in a lifetime
Enigma, dalam lagu Return to Innocence mengangkat lagu tradisional aborigin Taiwan. Kesannya magis. Lagu tersebut meledak pada jamannya. Sebuah lagu yang dasarnya lagu rakyat pedalaman yang sudah hampir musnah digilas kemajuan peradaban yang selalu diartikan sebagai pemikiran Barat dengan Keyakinan Timur Tengah.
Enigma berjasa memperkenalkan musik asli aborigin Taiwan itu ke mata dunia dan yang paling penting ke generasi muda. Seperti saya waktu itu yang sedang demam Nirvana, Guns N’ Roses dan Bon Jovi. Satu langkah kecil dalam pemilihan idealis bermusik, satu generasi terselamatkan.
Lalu Kitaro. Siapa orang yang ngaku suka dengar musik yang tidak mengenal Kitaro? Kitaro sukses menduniakan musik musik Tradisional Jepang pada mulanya. Lagunya yang disuarakan Page, Caravansary, menjadi lagu abadi hingga saat ini. Intronya yang synthesizer itu susah hilang dari ingatan.
Namun Kitaro juga mengangkat musik dari negri lain. Untuk soundtrack Heaven and Earth, film tentang perang Vietnam, Kitaro memakai alat tiup panjang dari Tibet untuk menguatkan aroma eksotiknya Asia.
Lalu Gregorian, melestarikan musik musik yang menjadi tradisi di gereja gereja tradisional Eropa. Begitu juga dengan Enya, yang akhirnya didaulat untuk mengisi soundtrack di Trilogi terbeken sepanjang masa The Lord of The Rings. Musik tradisional Irlandia selamat.
Deep Forest, ini duo pengusung world music dari Francis. Menggebrak tangga lagu Inggris dengan musik sangat unik namun entah bagaimana sangat enak di dengar, yang berjudul ‘sweet lullaby’. Selidik punya selidik, dengan melihat rincihan di cover kaset, ternyata lagu itu adalah lagu rakyat di kepulauan Salomon, sebelah timur Papua Nugini. Hasil penjualan album sebagian disumbangkan ke sebuah yayasan untuk suku Pigmy di Zaire. Lewat Unesco tentunya.
Kemudian mari kita simak Anggun. Perhatikan nuansa World Music yang dimasukkan Anggun di beberapa lagunya. Aroma Bali saat kerja sama dengan Deep Forest itu. Cengkok cengkok menyanyi cara Sunda di beberapa lagu. Lalu aroma Jawa, dengar kembali intro lagu ‘Kembali’. Tarikan vocal cengkok Sunda Anggun bahkan sudah terdengar di single International pertamanya Snow on the Sahara.
Mungkin terlalu jauh untuk mengklaim Anggun sebagai diva nya New Age. Mengingat Anggun memang tidak berambisi mendobrak Amerika. Dan kenyataan bahwa pasar Amerika memang kurang terbuka untuk musik jenis New Age/World Music ini. Namun di Eropa dan belahan dunia lain. Pasar segmented musik musik yang memadukan idealisme musik dengan unsur unsur pop ini, semakin solid.
Kalau mau melihat ke belakang ke musik Indonesia. Kla Project pernah malakukan hal yang sama lewat lagu Jogyakarta yang mengharu biru blantika musik Indonesia itu. Sampai sekarang musik teramat manis dan indah itu jadi obat kangen banyak mahasiswa darimana saja yang pernah kuliah di Jogya. Dan anda bisa lihat sendiri, lagu tersebut tetap dirilis ulang CD nya oleh Aquarius/Team.
Namun ini juga kontroversi. Producer lebih suka memproduksi lagu lagu yang sedang trend. Lagu lagu yang bisa membuat anak muda berjingkrakan. Makanya jangan heran, kalau satu persatu perusahaan rekaman nasional gulung tikar. Selain karena perusahaan luar semisal Sony-BMG, Warner, Universal dan EMI masing masing sudah buka cabang di Indonesia.
Memang bermusik itu sebenarnya datang dari hati. Tidak bisa dipaksakan. Namun ada saja pihak pihak yang berusaha memaksakan pakem. Dewa sukses, dibikinlah banyak banyak band seperti Dewa. Peterpan sukses, maka muncullah pengikut pengikut Peterpan. Begitulah trend yang diciptakan producer musik Indonesia.
Lalu di sisi yang bersebrangan, ada musisi musisi yang idealis. Mereka buat musik terbaik. Sangat sangat berkualitas. Teknik bermain musik yang sekelas musisi Internasional. Percampuran musik modern dengan tradisional yang juga gila gilaan dan bikin tercengang yang menyimak. Namun, sayangnya melupakan sisi ‘enak didengar’.
Hasilnya musik mereka cuman jalan ditempat. Mungkin album Indie bisa lebih laku dari album album mereka ini, walaupun sudah masuk distribusi major label. Misal; Krakatau Band yang mengusung “Karawitan music with progression of modern sound”. Distribusi lewat Musik Kita, Kita Musik dan Aruarius. Ini World Music? Jelas….
Tapi sekali lagi, ada yang tahu gak mereka main di Mexico tahun 2008? Vancouver Jazz Festival? Toronto Jazz Festival? Ada! Tapi dikit.
Mengapa begitu? Karena selera orang tidak bisa dipaksa. Selera Krakatau mainin world musik yang sangat ngejazz juga tidak bisa dipaksa biar sedikit ngepop. Begitu juga kuping pendengar musik Indonesia. Tidak bisa dipaksa.
Nah, celah celah ini yang sebenarnya dilihat oleh para musisi world music kelas dunia itu. Mereka mempopulerkan sekaligus melestarikan musik musik minoritas di dunia. Dengan cara cara populer, easy listening.
Ada dua kubu yag dianut para musisi (maaf, Kangen Band bukan musisi, mereka pengrajin musik). Yang menyajikan skill bermusik, dan yang menyajikan harmoni bermusik. Paduan kedua hal ini adalah bom!
Eric Clapton yang dianggap dewa gitar itu, lagunya yang paling ngetop juga wonderfull tonight kok. Itulah ajaibnya Queen, justru meledak dengan Bohemian Rhapsody. Cikal bakal world music Dalam balutan rock?
Tapi kalau mau membongkar Bohemian Rhapsody. Ada bagian tengah lagu yang.. “Mama….. just killed the man, put a gun agints his head…….”
Bagian tengah itu nikmat, sebelum pendengarnya dikejutkan dengan sejumlah ‘mamamia mamamia…..” sampai ke ‘Bismillah!”
World music ini adalah celah bagi musisi Indonesia kalau ingin go internasional. Jadi maaf Agnes, walaupun anda bagus sekali, penampilan dan gaya bermusik anda populer dan sangat enak dilihat, dengan kwalitas yang juga oke. Sayangnya anda di Indonesia. Sudah mendobrak trend musik dengan mengikuti trend itu. Hal ini jarang disadari musisi dengan ambisi besar.
Dewa juga sempat berniat serupa. Hasrat go internasional dengan I want To Break Free dan Mustafa. Wah… Penggemar Queen di seluruh dunia bisa mencak mencak.
Namun bila kita punya album album easy listening, ngepop namun berkualitas, dan unik alias punya ciri khas Indonesia yang sangat kuat. Dalam hal ini saya mengidekan world musik.
Melihat ke sejarah kesuksesan Roxette band pop rock asal Swedia, di pertengahan akhir 80-an. Roxette menyajikan musik easy listening yang beda pada jamannya. Muncul disaat serbuan Eropa sudah mulai menghilang, dari program pertukaran pelajar. Tak diduga duga sebelumnya, Roxette di buru di Amerika.
Hanya gara gara ada pelajar asal Amrik yang ikut program pertukaran pelajar di Swedia. Pulang ke Amrik, dia putar lagu The Look di radio Amrik. Populer…. Saat album tersebut tak dirilis di Amrik.
Pihak perusahaan rekaman, dalam hal ini EMI kalang kabut. Langsung merilis album dua pop rock dari Swedia itu. Sukses, platimun dan single no. 1 di Top Ten Amerika. Mengantarkan Roxette jadi musisi paling sukses asal Swedia selain ABBA dan Yngwie Malmsteen.
Celah lainnya, pendengar world musik sama sekali masa bodoh dengan asal darimana musik yang mereka dengar. Asalkan enak didengar dan bagus, pasti didengar. Bahkan semakin terpencil asal musik yang diangkat akan dinilai semakin eksotik.
Indonesia gudangnya musik kaya gini. Malaysia sudah berulang lagi berniat mencurinya. Nah, dimana musisi kita? Mengapa belum ada yang berhasil menggarap Rasa Sayange menjadi lagu enak didengar serta modern seperti yang dilakukan Deep Forest, misal?
World music itu abadi. Tidak tergilas jaman. Bukan trend, tapi sebagai sebuah komunitas dan genre. Album album world musik bisa bertahan, tetap ada yang beli, lebih lama dibanding album pop.
Viky Sianipar sudah melakukan ini. Tinggal menunggu keberuntungan seperti kasus Roxette. Atau bahkan sudah? Jangan jangan para bule yang berplesir ke danau toba itu sudah dengar lagu lagu Viky? Salah satu nilai positif musik Viky Sianipar adalah dia melestarikan sekalius mempopulerkan.
Salam - Traktor Lubis
0 Response to "New Age/World Music Celah Bagi Music Indonesia Untuk Go Internation"
Posting Komentar