BULU IKAL KERITING YANG BAU ASEM
Darbi kecil yang belum sekolah suka bermain sendiri menunggu kakak kakaknya pulang. Seperti biasa, tempat bermain kesukaannya adalah di lantai dua. Dari situ dia bisa melihat hamparan sawah di kejauhan, kebun wak Asan yang sawonya pernah mereka curi. Terus, pohon durian tinggi di samping rumah yang kalau sudah berbunga, halaman samping akan berwarna kuning keemasan, karena bunga buah durian itu luar biasa banyaknya.
Terus di depannya ada ladang tebu yang ditanam bapak. Banyak, hanya Darbi tidak begitu suka, karena giginya belum kuat mengigit tebu. Kemudian suara kresekan daun daun tebu itu kerap membuatnya merinding, seperti ngilu.
Tapi pagi ini Darbi ingin main di kamar kakak kakaknya yang sudah lebih gede. Kak Wahab, Bandot dan Amir mendapat satu kamar cukup luas di lantai dua. Jaman itu belum ada listrik. Jadi jangan heran bila langit langit kamar kerap kali hitam penuh jelaga dari lampu minyak.
Baunya yah luar biasa, namanya juga kamar lajang. Kalau ketahuan ibu sering disuruh keluar.
Di kamar itu juga Darbi melihat ada gambar besar seorang laki laki jenggotan tapi pegang gitar, lalu ada kuda. Nanti setelah dia agak besar baru dia ‘ngeh’… oh, bang Rhoma. Namun selain poster bang Rhoma, di kamar kakak kakak laki-lakinya itu ada juga gambar perempuan perempuan judes.
Iya judes. Tampangnya seperti menantang begitu. Sudah itu bajunya merah dan ketat sekali. Mengkilat. Jelek. Darbi heran kenapa kakak kakaknya suka sama gambar perempuan gituan. Kaya mbak Irma yang baik hati itu kan bagus. Pakai kerudung putih kalau kemana mana. Sopan dan ramah… Darbi suka kalau sore sore mbak Irma datang mau liat kak Bandot. Biasanya bawa makanan. Kadang pisang kadang rambutan. Pernah juga dibawain kuping gajah… wah, enaknya…
Jadi Darbi sekarang di kamar kakak kakaknya yang sudah lebih dewasa dari yang kemarin mencuri sawo dengannya.
Tidak ada kasur, hanya tikar usang dan bantal bantal bulukan. Ada sebuah lemari baju. Tapi lebih banyak baju kotor yang digantung di dinding daripada yang ada di lemari itu.
Darbi muter muter di kamar itu sendirian. Melihat lihat poster. Hmmm… akhirnya capek. Golek golek bentar ah…. Begitu pikiran Darbi.
Jadi dia rebah di salah satu bantal bulukan kakak-kakaknya itu….
“Uffff… bau…. Pencet hidung!” Darbi ngomong sendirian.
Apa sih yang membuat bau? Hmmm Darbi memeriksa bantal mengkilat yang sudah agak agak coklat kehitam hitaman itu. Jorok sekali. Heran juga, kok kak Bandot bisa bersih kalau ketemu mbak Irma ya?....
“Eh… apa itu?’ Darbi memungut beberapa helai bulu keriting yang lebih panjang sedikit dari jari telunjuknya. Diamatinya pelan pelan.
Perasaannya tidak ada yang keriting dari kakak kakaknya. Kok ada beberapa helai bulu keriting begini. Dia melihat tangan kanannya…. Sudah dapat sebanyak jumlah jari tangannya. Kata orang itu jumlahnya 5… hihiiihi, Darbi kan belum sekolah, jadi cuman sok tahu saja.
Diciumnya bulu bulu itu… Bau asem…. Ah, ini satu kamar bau semua isinya.
Sebel, Darbi keluar kamar. Turun ke bawah dan bermain main dengan si Mopi, anjing putih belang coklat yang sudah tua. Jalannya saja sudah tekong kanan tekong kiri. Anaknya di mata empat lebih galak. Jantan. Bulunya hitam polos. Hanya di atas mata, seperti ada alis warna kuning emas. Makanya matanya seperti empat. Jadi dia dipanggil si mata empat.
Tapi walau galak begitu, si mata empat tidak pernah marah kalau Darbi pingin main kuda-kudaan. Cuman yang bikin jengkel, si mata empat kalau sudah dinaiki malah tidur di lantai…. Jadi jarang bisa naik kuda si mata empat.
Begitulah pagi itu dilalui Darbi. Sore sekitar jam 4, kakak kakaknya Wahab dan Amir ingin menembak Udang. Biasanya nembak udang galah di sungai. Tapi kali ini ke kilang padi dulu. Ada si Lelek yang mau ikutan.
Entah angin apa, kali ini Darbi diperbolehkan ikut.
“Bawalah adikmu sesekali…. Satu harian dia di rumah tak ada teman” begitu kata ibu.
Kak Wahab dan Amir setuju saja. Karna Darbi juga bukan anak yang rewel. Jadi Darbi bukan main senangnya. Main main di sungai dengan kakak kakak yang lebih besar lebih enak. Terkadang dia digendong sampai ke tengah sungai di daerah yang dalam.
Nembak udang dilakukan dengan alat sendiri, semacam ketapel, memakai tenaga pegas dari karet yang dibuat seperti panah, dengan tebakan memakai jari-jari sepeda yang ujungnya sudah ditajamkan.
Nanti kak Amir dan Wahab akan menyelam di sungai. Mereka juga punya kaca mata buat nyelam. Buatan sendiri, dari bambu yang dipotong dan diukir, lalu diberi lapisan aspal (ter) untuk merekatkan kaca. Jadi di dalam air tetap bisa melihat kalau ada udang yang lewat.
Kalau kakak kakaknya menyelam, Darbi akan main main pasir di pinggir sungai. Menggali lubang yang sebentar saja sudah berisi air lagi dengan sendirinya.
Hari ini di sungai lumayan ramai orang orang dusun rupanya. Ada sekitar 5 orang yang 2 diantaranya Darbi kenal, teman teman kak Amir dan Wahab. Sudah besar besar juga orangnya. Hanya Darbi sendiri yang masih bocah disitu.
Setengah jam menyelam. Kak Amir dan Wahab memutuskan sudah.
“Terlalu banyak orang, Lek…. Gak mau keluar udangnya. Kita nyari lele saja yuk..!” ajak kak Wahab pada Lelek yang ikut dari kilang padi.
Jadi rombongan mereka bertiga dengan Darbi pindah tempat. Tujuannya rawa rawa di dekat kilang padi. Disitu banyak ikan lele dan gabus. Lumayan untuk lauk nanti malam.
Nah, disini tidak ada orang lain selain mereka berempat. Tapi Darbi sangat tidak nyaman. Banyak ilalang yang menusuk kakinya. Kemudian tanah becek juga membuat dirinya penuh lumpur. Begitu juga kakak kakaknya dan Lelek.
Namun tangkapan lumayan banyak.
“Pulang yuk…!” ajak Amir, “Sudah cukup ini kurasa…”
“Iya, sudah mau magrip juga…. Mandi dulu di Kilang yuk…” ajak Lelek.
“Ayolah… badanku pun sudah gatal sekali nih…” Kak Wahab mengangkat tempat ikan dari anyaman bambu. Sementara kak Amir menggendong Darbi.
“Capek?..” tanyanya…
“Capek juga…. Kaki gatal! Jorok! Nanti kena marah emak!” kata Darbi.
“Iya, nanti kita mandi di sumur jurang….” Kata Amir.
“Sumur?.... jurang itu apa?” tanya Darbi
“Jurang itu tempat yang turun ke bawah….”
“Dalam gak?”
“Dalam……”
“Gak takut hantu?”
“Hahahaha…. Kan ada kak Wahab… dia tukang nangkap hantu….”
“Hantunya bulunya keriting?” tanya Darbi teringat pada bulu bulu yang ditemukannya tadi pagi.
“Hahahaha…. Apa hantu punya bulu?”
“Gak tau….!” Kata Darbi.
Demikianlah, mereka akhirnya sampai ke sumur di jurang Kilang Padi.
Darbi masih terbengong bengong juga, darimana yah bulu rambut keriting yang tadi pagi ditemukannya. Dilihatnya kepala Amir, Wahab dan Lelek… Rampunya pendek pendek. Kata orang pangkas ABRI. Sudah gitu, gak ada yang keriting….
Lalu …
“Mandi ya…..!”
“Iya…. Darbi bisa buka baju sendiri…” Darbi ogah dibukain baju. Karena dia sudah bisa pakai baju dan buka baju sendiri. Sudah tidak ngompol la yauuu!
Kakak kakaknya dan Lelek juga sudah telanjang semua. Wahab sudah nimbah. Dengan tali dari sayatan ban luar truk yang diikatkan pada sebuah ember hitam gede.
Darbi mendekat ke sumur…. Diguyur air sangat sejuk dan dingin dari timbah langsung oleh Wahab…. Lalu Amir menyabuni Darbi.
Sampai disitu, setelah sabun bersih dibilas apakai air, Darbi membuka matanya. Pandangannya pas ke pinggang Wahab….
O..oh! …….. Darbi melotot.
Ini dia sumber bulu rambut keriting tadi pagi yang ditemukannya. Dia melihat ke bawah, ke selangkangannya sendiri… hihihihi, gundul.
Tak ada yang menyadari. Sampai sekarang pun kalau diingat ingat, Darbi masih suka senyum senyum sendiri.
Salam - Traktor Lubis
0 Response to "BULU IKAL KERITING YANG BAU ASEM"
Posting Komentar