MANA TUHAN? AKU JESUS. MANA MUHAMMAD? AKU NABI!



Saya bukan ahli Sufi. Buku buku sufi yang kubaca juga tidak begitu banyak. Namun dalam hal mencari kebenaran, saya setuju dengan Sufi. Telaah kepada hakikat daripada syariah.

Saya pernah baca komentar umum, seakan akan Sufi adalah bentuk Buddhisme dalam Islam. Secara gamblang paham Jalan Kematian yang tertera di serat Syech Siti Jennar kerap dituding sebagai usaha untuk mengembalikan kepercayaan Buddha dalam Islam, yang menjelma menjadi Kejawen di Jawa sekarang.

Benar, sekilas banyak kemiripan dalam Buddhisme dan Sufi.

Pikiran adalah kekuatan. Baik Sufi maupun Budhisme menolak iman sebagai satu satunya hal untuk menelaah hal hal yang tidak jelas maknanya. Buddhisme dan Sufi mengajak umat untuk menggunakan pikiran, membuktikan, memahmi dan memakai logika serta nalar untuk apapun yang perlu ditelaah.

Konsep Sufi juga adalah konsep universal. Begitu anda sudah mendalami Sufi, agama adalaah sampah. Anda memeluk Tuhan, bukan lagi memeluk agama. Tuhan yang sama yang disembah Islam, Kristen, Jahudi, Hindu.

Dalam konsep konsep seperti itu, wajar bila ada pandangan bahwa Sufi memang mirip dengan konsep konsep Buddha.

Tetapi juga sangat berbeda.

Terutama di dalam hal 'aku' yang kekal, 'roh' dan Tuhan.

Penolakan Buddhisme pada 'aku', 'roh' dan Tuhan ini memang hal-hal yang membuat Buddhisme menjadi sangat berbeda dengan agama atau kepercayaan manapun, bahkan Hindu yang merupakan cetak biru dari Buddhisme itu sendiri.

Tanpa 'aku', tanpa 'roh' dan tanpa 'Tuhan'.

Terutama di Tuhan. Tanpa Tuhan, apakah ini berarti semua menjadi Tuhan?

Begini konsep Buddhisme mengenai Tuhan yang disembah di agama lain. Saya lupa dari kitab apa, tapi kira kira begini yang dituliskan.

Bahwa di dalam Buddhisme, jagad raya ini terdiri dari banyak sekali alam kehidupan. Diantaranya adalah alam Brahma. Kemudian dalam Buddhisme juga ada yang dinamakan inkarnansi, mirip reinkarnansi, tapi sebenarnya secara prinsip sangat berbeda. Susah menjelaskannya, anggap saja sama dulu.

Suatu ketika ada satu mahluk yang lahir pertama kali di salah satu alam Brahma. Dia melihat ke sekeliling, ke seluruh penjuru alam tersebut. Lalu dia mendapati bahwa Dia adalah yang pertama disitu. Dia adalah awal. Dia adalah akhir. Dia Alfa dan Omega.

Sampai kemudian terlahir kembali sosok sosok lain. Dan semua mengakuinya sebagai yang pertama lahir di alam Brahma tersebut. Sifat yang terdapat di dalam alam Brahma Terbentuk (rupadatu kalau di Borobudur - tingkat stupa dengan lubang lubang berbentuk ketupat), apa yang dipikirkan oleh penghuninya langsung terbentuk. jadi kalau ada mahluk yang memikirkan dia Tuhan, maka Tuhanlah dia. Kalau ada mahluk yang terlahir memikirkan Iblis, maka Iblislah dia.

Itu mengapa Buddhisme menerima dan menolak konsep Tuhan. Bisa tetap memahami konsep Tuhan seperti dalam agama agama lain. Namun tetap kukuh dalam mencari yang paling utama, yaitu kekosongan.

Apakah Nibbana atau Nirvana atau Nirwana adalah manifesto dari Tuhan. Ini cukup sering diperdebatkan, baik dalam diskusi Buddhis sendiri maupun dalam diskusi lintas agama.

Kenyataannya konsep Nibbana itu sangat berbeda.

Dimana ada kenikmatan, kebahagiaan, kesengsaraan, duka... maka itu adalah bukan Nibbana. Nibbana itu bukan Surga juga bukan Neraka. Pelepasan dari segala keinginan. Itulah Nibbana.

Namun penjelasan dalam satu kalimat itupun sangat sederhana dan dangkal.

=====================

Penjelasan mengenai Tuhan, acapkali harus membongkar 'ada' dan 'tidak ada'

Pertama, Ada, karena ada yang membuat atau menciptakan.
Kedua, Ada, yang tidak ada yang membuat atau menciptakan, tapi disebabkan.
Ketiga, Ada, yang tidak dibuat, diciptakan, juga disebabkan.

"Ada" karena dibuat, atau diciptakan. Itu hal2 duniawi. Contohnya meja.

Kedua, "Ada" yang tidak dibuat, dan tidak diciptakan tapi disebabkan. Itu berupa Hukum Kebenaran Sebab Akibat. Kalau meja ini dibuat, kolong meja tidak ada yang membuat. Tapi kolong meja itu ada.

Apakah kita katakan meja yang menciptakan kolong meja?

'Ada' secara ontologis dinyatakan oleh Buddha dalam Udana 8.3.,

"Para bhikkhu, ada SESUATU yg tidak terlahirkan, tidak tercipta, tidak terbentuk, tidak terkondisi ..."

Buddha & para arahat ketika mencapai padamnya pikiran & aku/dirinya (nibbana), akan mengalami 'sesuatu' itu. Jadi, 'nibbana' adalah KONDISI BATIN yg memungkinkan orang mengalami KENYATAAN ONTOLOGIS dalam Udana 8.3.

Dalam ajaran Buddha tidak ada Tuhan yg disembah. Alih-alih, yg diimani adalah kemungkinan berakhirnya kelahiran berulang-ulang yg tidak pernah memuaskan (dukkha) ini. Bila itu tercapai (dengan kata lain), tercapai kepadaman (nibbana)-- maka di situ muncul 'sesuatu' yg "tak terlahirkan, tak tercipta, tak terbentuk, tak terkondisi".

Itu saja yg sesungguhnya bisa dipahami oleh pikiran & aku yg sangat terbatas ini. Alih-alih mengumbar pikiran & aku terus tanpa dasar pengalaman, sadari saja gerak-gerik pikiran & aku ini dari saat ke saat, sampai berhenti sempurna dengan sendirinya.

Maka dari itu salah salah Tuhan adalah bentuk lain dari kemelekatan, ketergantungan, ketidakberdayaan yang ujung ujungnya membuat Nibbana semakin jauh.

========================

Ini konsep dasar tentang ada, tiada dan Tuhan yang membedakan Buddhisme dengan Sufi dan keyakinan manapun. Sukar untuk dicerna, bahwa yang dituju adalah kekosongan. Nir = kosong/tiada.

Pada satu kondisi Sufisme sekilas dipandang sebagai semacam sinkritisme Islam dengan pandangan pandangan Buddhis. Namun dalam hal yang justru menjadi hakikat adalah ternyata sangat bertolak belakang.

Lalu masuk ke wacana lain, Atheisme. Dengan menolak Tuhan sebagai tujuan akhir dalam ajaran Buddha. Sekaligus Buddhisme juga menolak atheisme sebagai jalan kebenaran. Buddhisme tidak sepadan dengan Tuhan sebagai yang terakhir. namun Buddhisme setuju Tuhan adalah sebab dari terciptanya ada.

Keterikatan pada Tuhan ini adalah sebab dari kelahiran yang berulang ulang. Dan hal ini justru harus dilepaskan bila tujuan adalah Nibbana. Namun uniknya, keterikatan pada Nibbana sendiri adalah kemelekatan. Usaha usaha dan ambisi untuk melepaskan, akan menjadi keterikatan yang sangat kuat dalam mencapai Nibbana. Aneh ya?....

Oleh karenanya Nibbana hanya bisa dicapai dengan kondisi yang normal. Tidak tergesa gesa, pemahaman dan mengerti pada esensi hukum hukum alam. Namun sangat hati hati, kefanatikan pada hal hal ini juga bisa menjadi penghalang Nibbana. kemelekatan.

Buddhisme adalah Buddhisme, Islam adalah Islam, Sufi adalah Sufi, kristen adalah Kristen, Hindu adalah Hindu, Atheis tetap atheis.

Jadi apabila mengutip judul sebagai ilustrasi, Mana Tuhan, aku Muhammad!, mana jesus? aku nabi!

Apabila kalimat diatas dianggap sebagai tidak terikat pada Tuhan, Muhammad, Jesus dan Nabi. Maka itulah usaha usaha yang dilakukan para Buddhist. Namun bila yang ditekankan adalah 'aku'. Maka sekali lagi itu yang seharusnya diajarkan Buddha untuk dilepaskan.

Ada kebahagiaan karena mendapatkan sesuatu.
Ada kesengsaraan karena gagal memperoleh sesuatu.
Namun ada kondisi yang tercipta dari  tidak mengharapkan sesuatu.
Sehingga mendapatkan dan tidak mendapatkan menjadi tidak lagi berpengaruh.

Aku Tuhan? oke saja
Aku Muhammad? tingggal ganti nama.
Aku Jesus? kalau kau anggap begitu!
Aku Nabi? Siapa yang tahu?

Salam - Traktor Lubis  
Artikel Yang Berhubungan Badan:


2 Response to "MANA TUHAN? AKU JESUS. MANA MUHAMMAD? AKU NABI!"

  1. zawir' says:

    Keterikatan pada Tuhan ini adalah sebab dari kelahiran yang berulang ulang. Dan hal ini justru harus dilepaskan bila tujuan adalah Nibbana. Namun uniknya, keterikatan pada Nibbana sendiri adalah kemelekatan. Usaha usaha dan ambisi untuk melepaskan, akan menjadi keterikatan yang sangat kuat dalam mencapai Nibbana. Aneh ya?....

    Oleh karenanya Nibbana hanya bisa dicapai dengan kondisi yang normal. Tidak tergesa gesa, pemahaman dan mengerti pada esensi hukum hukum alam. Namun sangat hati hati, kefanatikan pada hal hal ini juga bisa menjadi penghalang Nibbana. kemelekatan.

    lumayan pencerahannya..! mantepp d.

    Traktor says:

    Zawir, makasih atas komennya.

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme