NII DAN PKI SAMA SAMA INGIN MENGGANTI PANCASILA


Mahasiswa: Isu NII Diembuskan untuk Muluskan RUU Intelijen?
Sabtu, 30 April 2011 | 11:31 WIB

TEMPO Interaktif, Surakarta - Sejumlah mahasiswa Surakarta yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pembebasan Solo Raya menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Intelijen di Bundaran Gladak Surakarta, Sabtu 30 April 2011. Mereka juga menuding isu gerakan Negara Islam Indonesia (NII) sengaja diembuskan untuk memuluskan kehadiran undang-undang tersebut.

Menurut koordinator aksi, Mujahid Wahyu, setidaknya terdapat 25 pasal bermasalah dalam RUU yang tengah dibahas bersama pemerintah dan legislatif itu. ”Itu menjadi alasan bagi kami untuk menolaknya,” kata Mujahid.

Dia menilai pemerintah hingga saat ini belum dapat mendefinisikan arti ancaman bagi negara, seperti yang ada dalam rancangan tersebut. “Bisa ditafsirkan secara sepihak dan sesuai dengan kepentingan,” kata Mujahid. Dia juga menilai peraturan itu justru menjadi ancaman bagi masyarakat.

Karena itu, mereka menuding isu mengenai gerakan NII sengaja diembuskan untuk memuluskan kelahiran undang-undang tersebut. Menurut dia, ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang sengaja menggulirkan isu tersebut agar masyarakat menjadi khawatir dan berharap RUU itu segera disahkan. “Sepertinya mereka sengaja membuat momen seperti itu,” kata mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta tersebut.

AHMAD RAFIQ

Ini pernyataan yang senada dengan yang dilontarkan FPI kemarin. Indikasi kuat bahwa ribut ribut mengenai NII memang sengaja dihembuskan oleh pemerintah. Bila pernyataan FPI masih dalam kisaran indikasi kasus NII sebagai rekayasa politik intelejen. Para mahasiswa ini mulai merumuskan, apa tujuannya, yaitu pengesahan RUU Intelejen.

Sangat perlukah sebuah kasus mengenai isu radikalisme di Indonesia dihembuskan untuk pengesahan sebuah RUU? Saya kira semua negara mempunyai peraturan perundangan tersendiri yang mengatur tentang kegiatan Intelijen. Bukan hanya karena NII.

NII sendiri sudah dimulai sejak jaman Orde Lama. Tak lama setelah NKRI lahir, muncul ketidakpuasan di kalangan Islam dengan pembukaan UUD 45 yang sebelumnya merupakan Piagam Djakarta, dimana disana tercantum Menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya.

Ini yang menjadi pendorong NII ingin mengganti Pancasila yang sebenarnya sudah mencakup itu semua, dengan Syariat Islam, demi kepentingan politik kelompok. Maka muncul pemberontakan di berbagai daerah. Dari Darul Islam sampai NII. Namun harap juga diingat, pemberontakan pemberontakan tersebut tidak murni memperjuangkan Syariat Islam.

Ada Belanda yang waktu itu masih bercokol dan bermaksud menguasai Indonesia sekali lagi. Negara federasi bentukan mereka menyuburkan perpecahan ini. Maluku Selatan ingin merdeka, Andi Aziz di Makasar, Daud Beruewue di Aceh, Karto Suwiryo dan lain sebagainya menjadi dasar dan sebab. Kerajaan Belanda hanya mau mengakui RI sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat. RI hanya satu negara bagian dengan ibukota, YOGYAKARTA.

Itu mengapa Yogyakarta punya peranan sangat penting dalam membidani kelahiran RI yang kita kenal sekarang. Berdiri atas ribuan suku. Terpisah pisah oleh lautan yang justru lebih luas dari wilayah daratnya. Banyak bahasa, banyak budaya. Puluhan ribu pulau.

Kembali lagi ke kebodohan itu sendiri. Pendidikan yang jalan ditempat.

Bagaimana intelejen tidak dimaksimalkan untuk mengawasi wilayah teramat luas ini? Dengan kondisi alam yang paling sulit disatukan ini? Intelejen harus digerakkan. Intelijen adalah biaya murah untuk mengawasi seluruh Nusantara yang sekarang bernama Indonesia ini.

 Saat pemerintahan Orde Baru, militer bisa mengambil alih peran ini. Sekarang, saat militer ditarik ke barak. Latihan perang malah mati. Pesawat tempur yang lebih tua dari ibumu. Sanggupkah mengawasi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini?

Keamanan diserahkan ke Kepolisian. Mengawasi Jawa saja tidak sanggup. Polisi Indonesia tidak jauh bergerak dari politik pencitraan. Penggrebekan Teroris pakai acara disiarkan lewat TV. Briptu kocak joget joget. Polwan cakep buat menambah keayuan wajah pengawas keamanan.

Tapi anda tetap berhadapan dengan polisi sangat profesional, saat anda kedapatan tidak pakai helm.

 Nah.... Itu semua bukan kerja intelijen. Inteljen kerja diam diam. Pasukan Intelijen Indoensia pernah menjadi termasuk yang paling disegani di dunia saat menyelamatkan pesawat DC-9. Aksi ini dikenal dengan sebutan Operasi Woyla. Begitulah seharusnya kerja Intelijen.

Kalau Densus 88 itu menurut istilah saya adalah Intelijen Melayu. Penuh rekayasa dan sekedar pamer ke rakyat, mereka kerja.

Maka dari itu, intelijen juga potensi bangsa yang bagaimapaun harus dimaksimalkan. Sekarang ini bagaimana? Saat militer sudah ditarik ke barak. Apa yang bisa mereka lakukan? Apa dasar hukumnya? Militer juga termasuk yang paling sering dijadikan kambing hitam. Ditarik tarik ke sana kemari oleh politik.

 RUU Intelijen jelas lebih penting dari UUA Pornografi yang sudah disahkan itu. Apalagi bila melihat prestasi buruk pengawas keamanan di tanah air tahun 2011 ini. jemaah Ahmadiyah mati, Bom sudah 2 kali. Mungkin kasus NII ini rekayasa.

 Tapi jelas NII bukan murni rekayasa yang diada adakan. Republik ini punya catatan cukup kelam mengenai NII. Apa bedanya NII dengan PKI Madiun yang menusuk Republik Indonesia dari belakang saat RI baru lahir? Bila kita memandangnya dari sisi Pemberontakan kedaerahan atas keutuhan NKRI.

Bedanya PKI sudah Almarhum. NII belum.


Artikel Yang Berhubungan Badan:


powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme