4. KEBEBASAN

Semua ikatan yang mengikat kita pada penderitaan putus, hancur berkeping-keping; karena itulah Nibbana disebut samyojanakkhaya.46 Karena arahat memiliki kemampuan yang sempurna dalam mengendalikan pikirannya (cetovasippatta),47 tidak akan ada pikiran-pikiran tidak sehat yang selalu mengobsesi dirinya. Emosi-emosi negatif membatasi kebebasan psikologis seseorang; oleh karena itu keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan dijelaskan sebagai pamanakarana, yang artinya emosi-emosi tersebut membatasi kebebasan seseorang.48 Keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin adalah akar dari tingkatan mental yang tidak baik yang membelenggu seseorang di dalam samsara.

Terdapat sebuah ungkapan menarik yang mengilustrasikan sifat-sifat dari belenggu.49 Jika ada seekor banteng berwarna putih dan seekor banteng berwarna hitam diikat bersama dengan sebuah tali, timbul pertanyaan, apakah banteng putih yang merupakan belenggu bagi banteng hitam atau sebaliknya banteng hitam yang menjadi belenggu untuk banteng putih. Sebenarnya tidak ada yang menjadi belenggu bagi satu sama lainnya; belenggu sebenarnya adalah tali yang mengikat mereka bersama. Hal yang sama dengan hasrat yang muncul karena adanya objek eksternal merupakan belenggu yang
mengikat kita. Seorang arahat telah memutuskan ikatan tersebut dan mencapai kebebasan.

Emosi-emosi negatif yang tidak baik selalu berorientasi dan terpusat pada diri kita sendiri. Dhammapada menyatakan tentang ratapan seseorang yang kurang bijaksana, “Dia menipuku, dia memukulku, dia mengalahkanku, dia merampokku,” dan kemudian timbul kemarahan.50 Karena dia terikat dengan kuat pada gagasan diri sendiri atau ego, dan dia tidak dapat menghentikan dirinya sendiri untuk jauh dari pengalaman yang menimbulkan luka pada egonya, dia seperti seekor anjing yang terikat pada sebuah tiang. Situasi ini cukup berbeda jika dibandingkan dengan pengalaman Sang Buddha pada suatu ketika.51 Seorang brahmana datang dan menyalahkan Beliau dengan menggunakan bahasa yang sangat kasar. Sang Buddha tetap diam. Ketika akhirnya brahmana tersebut berhenti, Sang Buddha bertanya: “Jika kamu dikunjungi seorang teman dan kamu membawa sebuah hadiah untuknya, namun teman tersebut menolak untuk menerima hadiah tersebut, apa yang akan kamu lakukan?” Brahmana tersebut menjawab bahwa dia akan menyimpan hadiah tersebut kembali. Sang Buddha kemudian berkata : “Kamu membawakan saya sebuah hadiah yang berisi begitu banyak perlakuan yang tidak baik, saya tidak menerimanya; kamu dapat menyimpannya kembali.” Sang Buddha juga menyatakan bahwa jika seseorang akan dipotong menjadi berkeping-keping dengan sebuah gergaji yang mempunyai dua pegangan, seseorang seharusnya melatih dirinya untuk tidak memicu timbulnya kemarahan ketika menghadapi orang yang akan menyiksa dirinya.52 Moggallana adalah seorang arahat yang pernah dipukul oleh perampok tanpa belas kasihan, namun dia tetap dapat mempertahankan ketenangannya tanpa adanya Jejak dari kemarahan. Begitu juga dengan yang harus dilakukan seseorang untuk mendapatkan kebebasan dari emosi-emosi negatif pada pencapaian Nibbana.

Seorang arahat telah sepenuhnya mengembangkan brahmaviharas (sifatsifat luhur)—cinta kasih, welas asih, kebahagiaan simpatik, dan keseimbangan batin. Kualitas-kualitas positif ini dimunculkan dengan melewati batas diri sendiri dan dijelaskan sebagai satu kesatuan dan tidak terukur (appamana).53 Dengan begitu kualitas-kualitas tersebut tidak membatasi lingkup dari kebebasan psikologis seperti yang terjadi pada tingkatan mental yang berakar pada keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan (pamanakarana). Kebebasan tersebut dimenangkan oleh seorang arahat dan disebut cetovimutti (pelepasan pikiran) dan pannavimutti (pelepasan melalui kebijaksanaan). Pengetahuan juga muncul pada meditator seketika kebebasan telah
didapatkan (vimuttasmim vimuttam iti nanam hoti). Ini disebut “kebahagiaan emansipasi” (vimuttisukha), kebahagiaan tertinggi yang dapat dicapai oleh setiap mahkluk.

Sumber:
Nibbana, Sebagai Suatu Pengalaman Hidup
Oleh: Lily de Silva
The Wheel Publication No. 407/408 (Kandy: Buddhist Publication Society, 1986)
Copyright © 1996 Lily de Silva
Access to Insight edition © 2005

http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/desilva/wheel407.html

Judul Asli : Nibbana, as Living Experience
Penulis : Lily de Silva
Penerjemah : Harianto Lim
Editor : Willy Yandi Wijaya
Cetakan Pertama : Juli 2008

Diterbitkan Oleh:
KAMADHIS UGM
(Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Gadjah Mada)
Jl.Gelanggang Mahasiswa UGM Lantai 2
Bulaksumur , Yogyakarta 55281
HP : 081804359456
Email : kamadhis_ugm@yahoo.com
BUKU INI GRATIS TIDAK DIPERJUALBELIKAN


 

Artikel Yang Berhubungan Badan:


0 Response to "4. KEBEBASAN"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme